Sri Mulyani Sebut Ada Beda Informasi Kemenkeu dan Mahfud Soal Transaksi Rp300 Triliun
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberi penjelasan kepada masyarakat terkait temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun yang diduga ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Nasional
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberi penjelasan kepada masyarakat terkait temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun yang diduga ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sri Mulyani mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima data dari PPATK menyangkut persoalan transaksi mencurigakan Rp300 triliun tersebut. Namun Menkeu baru menerima berupa daftar dari kasus-kasus PPATK secara keseluruhan tanpa nominal rupiahnya dan tanpa keterangam pihak-pihak yang terlibat.
"Sampai siang ini saya belum pernah menerima data dari PPATK. Informasi yang disampaikan PPATK ke Menkeu/Kemenkeu tidak sama dengan yang disampaikan kepada Pak Mahfud dan yang disampaikan ke APH (Aparat Penegak Hukum)," kata Sri Mulyani melalui akun instagram miliknya dikutip Senin, 13 Maret 2023.
- Harga Emas Antam Hari Ini Naik Goceng, Segram Dibanderol Rp1.054.000
- Tidak Hanya Kanada, TikTok Kini Juga Dilarang oleh Belgia
- BRImo Hadirkan Promo Menarik Pembelian Merchandise FIFA U-20 World Cup 2023
Mengatasi kesimpang siuran berita tersebut, Pimpinan Kemenkeu ini meminta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana untuk segera memberi penjelasan menyangkut data tersebut ke masyarakat.
Sri Mulyani juga menyebut, ia ingin mengetahui siapa saja yang terlibat dalam transaksi Rp300 triliun, sehingga pembersihan di Kementerian Keuangan jadi lebih cepat.
"Kami akan terus membersihkan Kemenkeu dari pegawai yang korupsi dan berkhianat. Kami bekerjasama dengan semua pihak. Terimakasih atas dukungannya," lanjutnya
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) didasarkan pada 160 laporan sepanjang 2009 hingga 2023 yang melibatkan sekitar 460 orang.