Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juli 2024 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.
Makroekonomi

Sri Mulyani Sebut APBN Defisit Rp93,4 Triliun Per Juli 2024

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun atau 0,41% dari produk domestik bruto (PDB) hingga Juli 2024.

Makroekonomi

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun atau 0,41% dari produk domestik bruto (PDB) hingga Juli 2024. Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta.

"APBN pada Juli mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB. Ini (defisit) masih kecil dibandingkan total target defisit tahun ini yaitu 2,2 persen," kata Sri Mulyani, Selasa, 13 Agustus 2024, seperti yang dikutip dalam YouTube Kemenkeu.

“Target defisit kita di dalam APBN adalah 2,29% dari PDB. Jadi, ini masih relatif on track,” tegasnya.

Dia menjelaskan, pendapatan negara dari pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah mencapai Rp1.545,4 triliun atau sekitar 55,1%. Angka ini mengalami kontraksi sebesar 4,3% secara tahunan (year on year/yoy).

“Namun, penurunan negatif pendapatan negara pada Juli lebih kecil dibandingkan Juni yang terkontraksi 6,2% yoy. Jadi, ini sudah mulai membaik sekarang,” tuturnya.

Menurut Sri Mulyani, kinerja pertumbuhan dipengaruhi oleh perubahan penerimaan bea cukai dan bea keluar. Sementara, belanja negara mencapai Rp1.638,8 triliun atau 49,3% dari pagu sebesar Rp3.325,1 triliun, meningkat 12,2% yoy. Kinerja belanja negara yang optimal disebut menjadi dorongan APBN tetap terjaga dengan baik hingga Juli.

Keseimbangan primer tetap mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun. Keseimbangan primer adalah selisih antara total pendapatan negara dan belanja negara, tidak termasuk pembayaran bunga utang.

Kementerian Keuangan sebelumnya memproyeksikan defisit anggaran hingga akhir 2024 akan mencapai 2,7% dari PDB, lebih tinggi dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29% PDB.

Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun, tumbuh 0,7% yoy, yang dipengaruhi oleh stabilitas dan pertumbuhan aktivitas ekonomi yang positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN, serta peningkatan layanan kementerian/lembaga (K/L).

Sementara, belanja negara diproyeksikan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6% dari pagu APBN 2024. Hal ini mencerminkan peran APBN sebagai shock absorber untuk menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli, dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.

Realisasi pendapatan negara pada Juli 2024 tersebut anjlok 4,3% secara yoy. Dia menyebut, anjloknya pendapatan negara ini disebabkan oleh berlanjutnya tren ketegangan geopolitik dunia hingga penurunan harga komoditas andalan ekspor Indonesia.

“CPO kita mengalami kontraksi minus 2,5% secara yoy, meskipun mengalami kenaikan 6,8% secara year to date,” ujarnya mencontohkan.

Di saping itu, realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) hingga Juli 2024 mencapai Rp1.170,8 triliun. Angka tersebut setara dari pagu APBN 2024 sebesar sebesar Rp2.467,5 triliun dan tumbuh 14,7% secara yoy.

“Untuk pemerintah pusat kami sudah membelanjakan Rp1.170,8 triliun. Artinya 47,5% dari pagu yang ada di Undang-Undang kita,” jelasnya.

Dari total tersebut, Rp872,8 triliun atau sekitar 74,5% dari total belanja pemerintah pusat telah disalurkan langsung pada masyarakat melalui berbagai program.

“Untuk program perlindungan sosial (perlinsos), Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp17,7 triliun untuk Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan Rp28 triliun untuk program Kartu Sembako kepada 18,7 juta KPM,” ujarnya mencontohkan.

Melalui program pendidikan, Pemerintah telah mengalokasikan Rp8,9 triliun untuk Program Indonesia Pintar (PIP), Rp7 triliun untuk program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Rp7,4 triliun untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di bawah Kementerian Agama, serta Rp3,6 triliun untuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).

Adapun realisasi penyaluran untuk infrastruktur Rp94,1 triliun, kesehatan Rp27 triliun melalui Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN), energi Rp50,8 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram, pertanian Rp7,3 triliun untuk bantuan alat dan subsidi pupuk, serta subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp18,1 triliun.

Dari total realisasi belanja pemerintah pusat, sebesar Rp588,7 triliun disalurkan melalui K/L, yang setara dengan 54% dari pagu Rp1.090,8 triliun. Kinerja belanja K/L terutama dipengaruhi oleh pelaksanaan pemilu, penyaluran berbagai program bantuan sosial (bansos), pembangunan sarana prasarana pertahanan dan keamanan, serta pembangunan infrastruktur.

Sementara, realisasi belanja non-K/L mencapai Rp582,1 triliun atau 42,3% dari pagu Rp1.376,7 triliun, didukung oleh realisasi subsidi/kompensasi energi dan pembayaran manfaat pensiun.