Sri Mulyani Sebut Program Makan Bergizi Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan program makan bergizi adalah salah satu program yang penting guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025.
Nasional
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan program makan bergizi adalah salah satu program yang penting guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025.
Menurutnya, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6% hingga 8%. Untuk mencapai target ini, dapat diwujudkan melalui investasi pada sumber daya manusia (SDM), termasuk melalui program makan bergizi yang dicanangkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024 di Jakarta, pada Selasa, 6 Juni 2024.
- Inilah Daftar Bank Penyalur Tapera dan Jenis-jenis Produknya
- Cara dan Tips Membeli Rumah Tanpa Harus KPR
- Tapera Tak Bisa Disamakan Dengan Program BPJS Ketenagakerjaan hingga Kesehatan
Ia menambahkan, program perbaikan SDM melalui program makanan bergizi dan perbaikan reformasi kesehatan, perbaikan kualitas Pendidikan.
“Serta penyempurnaan jaring pengaman sosial sangat penting dalam meningkatkan produktivitas SDM Indonesia,” ungkap Sri Mulyani.
Mengenai hal tersebut, ia memberikan contoh negara yang berhasil terlepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap/MIT) dengan cara meningkatkan produktivitas negaranya.
Indonesia perlu belajar dari negara lain seperti Korea Selatan dan Taiwan yang secara konsisten berinvestasi pada kualitas SDM.
“Diperlukan produktivitas tinggi yang konsisten dalam 15 tahun menuju negara maju investasi dan peran sektor manufaktur di Korea Selatan tumbuh di atas 10% setiap tahun. Demikian juga dengan pengalaman Taiwan untuk menjadi negara maju investasi bahkan tumbuh 20% dan sektor manufaktur tumbuh di atas 8%,” paparnya.
Selain itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah harus terus mendorong perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan peran investasi dan pertumbuhan manufaktur, yang merupakan sektor penting untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045.
Dalam KEM-PPKF, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 pada kisaran 5,1% hingga 5,5%. Angka tersebut merupakan besaran yang sangat ambisius tetapi masih realistis.
Di samping itu, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mematok anggaran belanja pendidikan untuk tahun 2025 sekitar Rp708,2 triliun hingga Rp741,7 triliun.
Angka tersebut tercatat meningkat sekitar Rp76,7 triliun atau 11,53% dibandingkan anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Ia juga mengatakan, untuk mencapai pertumbuhan lebih tinggi, kontribusi produktivitas perlu ditingkatkan melalui investasi SDM dan transformasi ekonomi agar menciptakan nilai tambah yang tinggi di dalam perekonomian nasional.
Tidak hanya sampai di situ, inflasi juga menjadi salah satu kunci untuk menjaga tren pertumbuhan sesuai target yang ditetapkan. Inflasi akan dijaga pada level 1,5% hingga 3,5% di tengah level inflasi global yang belum kembali ke periode prapandemi.
Maka dari itu, inflasi akan terus dikendalikan melalui kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga biaya ekonomi pada level yang wajar, termasuk mengantisipasi risiko inflation impor melalui koordinasi pemerintah dan bank sentral karena geopolitik global masih sangat dinamis.
Untuk mencapai hal ini, APBN yang efektif, sehat, dan dapat diandalkan diperlukan, dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan dan pemerataan di seluruh negara.
- Tapera Bisa Sebabkan PDB Turun Rp1,21 Triliun
- Dibongkar BPK, Begini Borok Tapera
- Pemberian Konsesi Tambang Berpotensi Jerumuskan Ormas Keagamaan
Selain itu, reformasi fiskal yang telah dilakukan harus dilanjutkan dan diperkuat efektivitasnya melalui collecting more, spending better, prudent and innovative financing. Menurutnya, kondisi ini ditunjukkan oleh optimalisasi pendapatan negara yang mencapai 12,14% hingga 12,36% PDB dan belanja negara di kisaran 14,59% hingga 15,18% PDB.
“Kemudian didorong keseimbangan primer yang menuju positif, defisit dikendalikan di kisaran 2,45% sampai dengan 2,82% PDB, serta rasio utang dijaga dalam batas manageable di kisaran 37,98% sampai dengan 38,71% PDB,” tandasnya.