Ilustrasi pajak.
Makroekonomi

Sri Mulyani Ungkap Penyebab Setoran Pajak RI Hanya Rp760,38 Triliun

  • Adanya perlemahan pajak dipengaruhi oleh penerimaan bruto sejumlah kelompok pajak yang mengalami kontraksi
Makroekonomi
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA  - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2024 mencapai Rp760,38 triliun, setara 38,23% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Ia menyebut, kinerja pajak di Mei 2024 terbilang mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan kinerja pada April. Capaian kumulatif pada April tercatat mencapai 31,38%, naik signifikan dari 19,81% pada Maret. Sementara capaian kumulatif dari April ke Mei hanya naik sekitar 7%.

"Pajak kita hingga Mei telah terkumpul Rp760,38 triliun anjlok hingga 8,4 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juni 2024 di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2024.

Adanya perlemahan pajak dipengaruhi oleh penerimaan bruto sejumlah kelompok pajak yang mengalami kontraksi. Bendahara negara ini menjelaskan, untuk pajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41% dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73% dari target.

Kontraksi itu disebabkan oleh pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama pada sektor-sektor terkait komoditas.

Hal yang sama juga terjadi di PPh non migas, PPh migas juga mengalami kontraksi, yakni sebesar 20,54%. Realisasi penyerapan PPh migas hingga Mei tercatat sebesar Rp29,31 triliun atau 38,38% dari target. Perlambatan serapan PPh migas utamanya dipengaruhi oleh penurunan lifting migas.

Pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya terkontraksi sebesar 15,03% dengan realisasi Rp5 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak pada tahun 2023. Adapun realisasi penyerapan PBB dan pajak lainnya telah mencapai 13,26% dari target.

Berbeda dengan ketiga komponen sebelumnya, kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mencatatkan peningkatan, yaitu sebesar 5,72%. Realisasi serapan dari komponen ini tercatat sebesar Rp282,34 triliun atau 34,80%.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit Rp21,8 triliun pada Mei 2024. Anjloknya pendapatan negara ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas andalan ekspor Indonesia.

Sri Mulyani menyebut, angka defisit ini minus 0,10% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bendahara negara ini mencatat, pendapatan negara dari pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah mencapai Rp1.123,5 triliun per Mei 2024. Angka ini setara 40,1% dari target.

Namun, realisasi pendapatan negara pada Mei 2024 tersebut anjlok 7,1% secara year on year (yoy) di mana kenaikan harga terutama pada tahun 2022 hingga 2023 dari komoditas-komoditas itu luar biasa tinggi, sehingga membukukan penerimaan dari sisi perpajakan maupun PNBP.