Sri Mulyani: UU Cipta Kerja Selamatkan RI dari Jebakan Pendapatan Menengah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Industri
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Menurut Sri Mulyani, Undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 itu memberikan regulasi yang sederhana dan efisien.
“Menjadi negara yang efisien, memiliki regulasi yang simple dan memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk bisa berusaha secara mudah,” katanya dalam Ekspo Profesi Keuangan secara virtual di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut dia, dalam Omnibus Law Cipta Kerja memasukkan perpajakan sebagai salah satu klaster. Tujuannya, memberikan insentif agar Indonesia mampu meningkatkan produktivitas, kreativitas dan inovasi.
“Karena kalau berbicara middle income trap, di situlah letaknya, efisiensi birokrasi, regulasi yang seharusnya disederhanakan,” imbuhnya.
Salah satu insentif perpajakan yang dimuat dalam UU Cipta Kerja adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang didapatkan dari dalam dan luar negeri.
Menkeu menjelaskan dividen yang berasal dari luar negeri oleh pemilik Indonesia akan dibebaskan dari pajak. Syaratnya, jika dividen itu ditanamkan dalam bentuk investasi ke dalam negeri.
Adapun ketentuan dalam UU Cipta Kerja adalah dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit sebesar 30% dari laba setelah pajak.
Kemudian, dividen dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan sesuai proporsi kepemilikan saham yang diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30% dari jumlah laba setelah pajak di Indonesia.
Bukan Pasal Selundupan
Dalam kesempatan itu, Menkeu juga menampik jika klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja itu dikatakan muncul begitu saja. Sebab, klaster perpajakan melalui pembahasan pemerintah dan DPR yakni komisi dan badan legislasi.
Ia menyebut, beberapa aturan dalam Omnibus Law Perpajakan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020. Isinya, terkait penanganan sistem keuangan dampak COVID-19.
Salah satunya, lanjut dia, terkait pajak penghasilan (PPh) badan yang diturunkan menjadi 22% dari 25% mulai 2020-2021.
Selain itu, juga pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) khususnya penunjukan subjek pajak luar negeri (SPLN).
Beberapa aturan yang tidak masuk dalam UU Nomor 2 tahun 2020, dimasukkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Dimasukkanya ke dalam UU Cipta Kerja lantaran aturan ini juga untuk memberikan kemudahan dalam investasi. (SKO)