SRIL Berpotensi Ditendang dari Bursa, Sritex Kini Menanti Keputusan PKPU
- Nasib saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) benar-benar di ujung tanduk. Kini, perseroan hanya menunggu keputusan mengenai proses restrukturisasi melalui PKPU.
Korporasi
JAKARTA -- Nasib saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) benar-benar di ujung tanduk. Kini, perseroan hanya menunggu keputusan mengenai proses restrukturisasi yang telah dimulai sejak Mei 2021.
Corporate Secretary Sritex Welly Salam mengatakan perusahaan akan melaksanakan keputusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada awal 2022 setelah memenuhi semua kewajiban dan konsekuensi dari PKPU yang kini tengah dijalankan.
"Pada kuartal pertama 2022 perseroan akan melaksanakan keputusan hasil PKPU kepada para kreditur dan kewajiban pelaporan kepada Bursa Efek Indonesia sesuai aturan yang berlaku," katanya dalam keterbukaan informasi, Rabu, 24 November 2021.
- Waspada Tumpukan Utang Luar Negeri di Tengah Defisit yang Melebar
- BNI Kucurkan Kredit Rp1 Triliun kepada Garudafood
- Kuartal III-2021, Laba Bersih Sarana Menara Nusantara Naik 35,2%
Dia menjelaskan proses PKPU telah dimulai pada kuartal kedua 2021, di mana proses PKPU tersebut berjalan lancar. Namun karena pandemi COVID-19, keuangan perusahaan di kuartal II-2021 mengalami arus kas negatif sehingga tidak membayar kewajibannya.
Ada dua gugatan PKPU terhadap Sritex melalui anak usahanya, yaitu PT Senang Kharisma Textil (SKT) dan PT Rayon Utama Makmur (RUM) pada April 2021.
Gugatan PKPU terhadap SKT berasal dari PT Bank QNB Indonesia, sedangkan gugatan PKPU terhadap RUM dilayangkan PT Indo Bahari Express (IBE).
Pada Agustus 2021 SRIL menujuk konsultan independen untuk melaksanakan restrukturisasi pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya.
"Pada kuartal keempat 2021, perseroan memenuhi seluruh kewajiban dan konsekuensi dampak PKPU," kata Welly.
Baru-baru ini, BEI telah mengeluarkan ancaman akan mendepak Sritex dari bursa setelah melakukan suspensi terhadap perdagangan efek emiten tekstil milik konglomerat Iwan Setiawan Lukminto ini selama 6 bulan sejak 18 Mei 2021. Masa suspensi berlangsung selama 24 tahun sebelum resmi ditendang.
Akibat suspensi, Sritex tidak diperbolehkan membayar utang secara terpisah dan harus mengikuti proses PKPU. Hal itu karena perseroan tidak membayar medium term notes (MTN) senilai US$25 juta.
Adapun, masa PKPU berlangsung selama 270 hari atau 9 bulan. Sebelum benar-benar di-delisting dari bursa, manajemen akan fokus menyelesaikan proses PKPU dengan secepat dan sebaik mungkin sebelum akhir tahun.
Welly mengatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan saat ini masih cukup untuk menjalankan seluruh aktivitas bisnis.
"Berbekal modal kerja yang ada, perseroan masih bisa menjalankan operasional dengan lancar," ungkapnya.*