SRIL Pailit, Bagaimana Nasib 45 Ribu Pemegang Saham?
- Setelah keluar dari Indeks LQ45, saham SRIL berangsur turun ke Rp145 per saham sebelum akhirnya disuspensi hingga saat ini. Nahasnya, hingga 30 September 2024, tercatat masih ada sekitar 45.875 pemegang saham yang nyangkut akibat suspensi tersebut.
Bursa Saham
JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau biasa yang dikenal Sritex nasibnya diujung tanduk setelah Pengadilan Negeri Niaga Semarang menetapkan emiten yang bergerak di bidang tekstil ini pailit.
Meski demikian, Sritex tetap diberi izin oleh pemerintah untuk melakukan aktivitas perdagangan sebagaimana mestinya. Langkah ini diambil untuk menjaga keberlangsungan perusahaan serta melindungi sekitar 30 ribu karyawan dari potensi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di sisi lain, bagaimana nasib 45 ribu pemegang saham SRIL? Sebagai informasi, Sritex telah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia sejak 18 Mei 2021, atau hampir tiga tahun yang lalu. Suspensi ini dilakukan karena perusahaan menghadapi kesulitan keuangan, gagal bayar utang, dan tengah menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
- Profil Direktur Utama BRI Sunarso: Biodata dan Deretan Prestasi
- Profil Start Up JumpStart: Transformasi Menuju Smart Retail di Indonesia
- Tjap Bal Tiga, Pabrik Rokok Pertama Cikal Bakal Raja Kretek Kudus
Sebelum terkena suspensi, emiten berkode SRIL ini merupakan salah satu saham blue chip. Namun, karena penurunan likuiditas dan kinerja keuangan, BEI mengeluarkan saham ini dari indeks LQ45 pada Februari 2021, setelah berada di indeks tersebut sejak Agustus 2016.
Setelah keluar dari Indeks LQ45, saham SRIL berangsur turun dari level Rp268 per saham ke Rp145 per saham sebelum akhirnya disuspensi hingga saat ini. Nahasnya, hingga 30 September 2024, tercatat masih ada sekitar 45.875 pemegang saham yang tidak dapat bertindak lebih jauh alias 'nyangkut' akibat suspensi tersebut.
Lalu, bagaimana nasib pemegang saham Sritex setelah perusahaan ini resmi dinyatakan pailit? BEI menyatakan bahwa saham Sritex (SRIL) memenuhi kriteria untuk delisting. Berdasarkan ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N, delisting dapat terjadi apabila perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usahanya, baik secara finansial maupun hukum.
Terkait putusan pailit SRIL, BEI telah meminta penjelasan dan mengingatkan perusahaan untuk memberikan Keterbukaan Informasi kepada publik mengenai tindak lanjut dan rencana perusahaan pasca-putusan pailit.
Dalam upaya melindungi investor ritel, BEI melakukan pemantauan terhadap perusahaan tercatat melalui notasi khusus dan menempatkan saham pada Papan Pemantauan Khusus jika perusahaan memenuhi kriteria tertentu.
Utang Bank
Sebelumnya, Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024 setelah gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang dalam perjanjian restrukturisasi.
Mengacu pada laporan keuangan per semester I-2024, liabilitas SRIL didominasi oleh liabilitas jangka panjang, dengan perolehan sebesar US$1,47 miliar. Sementara liabilitas jangka pendeknya tercatat sebesar US$131,42 juta.
Adapun utang bank menjadi salah satu pos paling besar yang menyumbang liabilitas jangka panjang SRIL, dengan nilai sebesar US$809,99 juta atau sekitar Rp12.66 triliun. Hingga paruh pertama tahun ini, setidaknya terdapat 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas Sritex.
Dari 28 bank tersebut, SRIL paling banyak memiliki kredit dari BCA. Diketahui, utang bank jangka panjang SRIL di BCA mencapai US$71,30 juta atau sekitar Rp1,11 triliun. BCA juga memiliki tagihan utang bank jangka pendek sebesar US$11,37 juta di SRIL.
Masih di pos utang bank jangka panjang, di posisi kedua terdapat State Bank or India, Cabang Singapura dengan total kredit sebesar US$43,89 juta. Selanjutnya, di posisis ketiga ada PT Bank QNB Indonesia dengan nilai sebesar US$36,94 juta.
Lebih jauh, Citibank NA, Indonesia berada diposisi keempat dengan total kredit sebesar US$35,83 juta. Sementara di posisi kelima, PT Bank Mizuho Indonesia ikut masuk dalam daftar kreditur Sritex dengan akumulasi kredit sebesar US$33,7 juta.