Kantor Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Korporasi

Sritex di Ujung Tanduk, Kerugian Bengkak jadi Rp227,53 Miliar

  • Napas Sritex bukan hanya dari aspek penjualan yang seret, tapi juga beban pokok penjualan yang meningkat
Korporasi
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Napas perusahaan tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex sedang kempas-kempis. Sebelum industri tektil geger akibat gempuran produk impor, keuangan Sritex sudah lebih dulu limbung.

Tercermin dari pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang dilakukan Sritex. Data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat ada sekitar 13.800 buruh yang tekstil terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024.

KSPN menyebut ada tiga pabrik di bawah grup Sritex yang telah mendepak pekerjanya. Perusahaan itu yakni PT Sinar Pantja Djaja (Semarang), PT Bitratex (Kabupaten Semarang), dan PT Djohartex (Magelang). Serikat pekerja mengungkap mayoritas penyebab PHK massal adalah anjloknya permintaan, baik lokal maupun luar negeri.

SRIL bahkan berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara berkala hingga 2025 mendatang. Rencana tersebut masuk akal, karena hingga kuartal I-2024, Sritex masih mencatat penurunan penjualan.

Merujuk laporan keuangan SRIL kuartal I-2024, Sritex hanya berhasil melakukan penjualan sebesar US$78,37 juta, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu US$86,91 juta.

Baik ekspor maupun penjualan domestic SRIL tercatat mengalami penurunan. Perinciannya, nilai ekspor Sritex berkurang dari US$41,06 juta jadi US$36,72 juta. Lalu, penjualan di dalam negeri juga menyusut dari US$45,85 juta menjadi US$41,65 juta.

Napas Sritex bukan hanya dari aspek penjualan yang seret, tapi juga beban pokok penjualan yang meningkat. Pada tiga bulan pertama tahun ini, beban pokok penjualan bertambah jadi US$87,21 juta dari semula US$82,54 juta.

Akibatnya, kerugian perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini bengkak jadi US$14,79 juta atau Rp227,53 miliar (kurs Rp15.384) dibandingkan dengan 31 maret 2023. Saat itu, kerugian SRIL ada di angka US$9,23 juta.

Gurita Bisnis Keluarga Lukminto

Sama halnya seperti Indofood Grup, Lippo Grup, dan Sinarmas, Sritex bermula dari bisnis keluarga. Adapun pendiri perusahaan yang bermarkas di Sukoharjo ini adalah keluarga Lukminto.

Seiring dengan berkembangnya lini bisnis yang mereka rintis sejak kecil, Sritex kini telah menelurkan sejumlah anak perusahaan yang juga bergerak di bidang tekstil dan pendukungnya.

Lantas, apa sajakah bisnis yang dimiliki oleh Keluarga Lukminto? berikut ulasannya.

1. Sritex

Sritex merupakan perusahaan tekstil yang didirikan oleh HM. Lukminto pada 1968. Awalnya, Sritex hanyalah sebuah usaha dagang atau UD bernama Sri Rejeki dan mendirikan pabrik di Joyosuran, Solo untuk memproduksi kain mentah dan bahan putihan.

Pada tahun 1978, nama dan badan hukum UD Sri Rejeki resmi diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman. Pada tahun 1982, perusahaan ini mendirikan pabrik penenunan pertamanya.

Pada tahun 1984, perusahaan ini dipercaya memproduksi seragam militer untuk pasukan militer NATO dan Jerman. Pada tahun 1992, perusahaan ini memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.

Melihat potensi bisnis yang semakin lama kian berkembang, pada tahun 2013, Sritex akhirnya memutuskan untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.

2. PT Primayudha Mandirijaya

PT. Primayudha Mandirijaya merupakan salah satu perusahaan tekstil yang berada di sekitaran wilayah keresidenan Surakarta.

Mengutip Informasi dari website resminya Primayudha Mandiri Jaya adalah salah satu produsen dan pengekspor benang pintal kualitas terbaik dari Indonesia.

Primayudha memproduksi berbagai macam benang putih mentah untuk produksi kain tenun dan rajutan yang cocok untuk pakaian jadi, perabotan, dan sektor industri dengan menggabungkan pemintalan Ring and Vortex (MVS) .

Didirikan pada tahun 1997 perusahaan ini memulai produksi komersial pada tahun 1998 sebagai pabrik pemintalan benang pintal. Pada 12 Desember 2017, produsen tekstil milik keluarga Lukminto yaki Sritex meneken perjanjian jual beli dua perusahaan.

Adapun perusahaan yang diambil alih diantaranya yakni Primayudha Mandirijaya dan Bitratex Industries. Pengambilalihan tersebut membuat Sritex mengucurkan dana kisaran Rp1,14 triliun.

3. PT Bitratex Industries

Bitratex menjadi salah satu perusahaan yang diambil alih oleh keluarga Lukminto pada Desember 2017.

Sama seperti Primayudha Mandirijaya, Bitratex Industries adalah salah satu produsen dan pengekspor benang pintal kualitas terbaik dari Indonesia.

Sebelum diakuisisi Keluarga Lukminto, Bitratex memulai bisnisnya pada tahun 1979 dengan kapasitas 25.000 spindel. Saat ini kapasitas produksinya naik menjadi 165.000 spindel dan menghasilkan lebih dari 40.000 metrik ton benang pintal setiap tahun.

Bitratex melayani pasar internasional dan domestik dan mengekspor sebagian besar produksinya. Benang perusahaan telah diakui kualitasnya di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.

4. Golden Legacy Pte Ltd

Golden Legacy merupakan anak perusahaan yang milik Sritex yang bergerak di bidang investasi. Kantornya berada di Singapura.

Didirikan pada 3 Maret 2014. Golden Legacy sudah mulai beroperasi secara komersil setelah didirikan.

5. PT Senang Kharisma Textil

PT Senang Kharisma Textile merupakan perusahan yang bergerak di bidang tekstil. Adapun lini utamanya adalah produk tenun.

Menjadi bagian dari grup Sritex, PT Senang Kharisma Tekstil mengekspor produknya ke luar negeri, termasuk Asia dan Eropa.

Pada 20 April 2021, perusahaan ini pernah digigat PKPU oleh Bank QNB. Namun gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim pada 10 Mei 2021.

6. PT Rayon Utama Makmur

Rayon Utama Makmur atau dikenal dengan RUM Indonesia, adalah salah satu produsen serat Stapel Rayon atau Viscose di Indonesia.

Berlokasi di Sukoharjo, PTRUM Indonesia mulai beroperasi pada tahun 2018 sebagai bagian dari Sritex untuk menghasilkan berbagai produk rayon.

7. Golden Mountain Pte Ltd

Golden Mountain merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum yang berbasis di Singapura. Didirikan pada 3 Maret 2014, Golden Mountain baru beroperasi secara komersil pada 2015.