Pabrik Sritex
Nasional

Sritex Pailit, Menteri Yassierli Pastikan Tidak Ada Bailout

  • Pemerintah memastikan tidak akan mengucurkan anggaran untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dari kebangkrutan. Hanya ada dua opsi untuk penyelamatan Sritex yakni mediasi dan revisi kebijakan.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Pemerintah memastikan tidak akan mengucurkan anggaran untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dari kebangkrutan. Hanya ada dua opsi untuk penyelamatan Sritex yakni mediasi dan revisi kebijakan. 

Hal itu disampaikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024. Yassierli menegaskan pihaknya tidak sedang mempertimbangkan opsi bantuan keuangan atau bailout dalam misi penyelamatan Sritex. 

Menurut Yassierli, pemerintah saat ini tengah menyeriusi upaya mediasi serta revisi kebijakan agar problem yang menimpa Sritex tak semakin merembet ke pekerjanya. “Saya menangkap di media, seolah-olah pemerintah akan membantu (mengucurkan dana) untuk Sritex. Rasanya tidak seperti itu,” ujar Yassierli, dikutip dari Antara. 

Menaker meminta publik tidak memandang kehadiran pemerintah ikut membantu swasta dalam kasus Sritex. Pihaknya menegaskan pemerintah hanya membantu proses mediasi antara operator dan manajemen serta mengupayakan kebijakan yang lebih berpihak pada industri tekstil nasional. “Membantu itu kan, horizonnya macam-macam, bukan berarti kemudian pemerintah bantu swasta secara langsung,” tuturnya. 

Terkait mediasi, pemerintah berencana mendorong percepatan langkah tersebut di antara manajemen Sritex dan curator Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Diketahui, PN Semarang telah menetapkan Sritex dan anak-anak perusahaannya pailit berdasar putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Senin, 21 Oktober 2024.

Revisi Kebijakan Impor 

Selain itu, pemerintah akan merevisi kebijakan yang melonggarkan barang impor ke dalam negeri. Yassierli mengakui Peraturan Menteri Perdagangan No.8/2024 tentang Barang Impor telah membuka keran impor sehingga menghantam industri tekstil dalam negeri. 

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, diketahui telah mendatangi Sritex untuk melihat langsung kondisi perusahaan. Kunjungan itu, imbuhnya, merupakan perintah Presiden Prabowo Subianto. 

Menurut Noel, sapaan akrabnya, pemerintah ingin memastikan tidak ada PHK setelah Sritex berstatus pailit. Saat ini Sritex tercatat memiliki sekitar 11.000 karyawan. “Karena dalam pidato Pak Prabowo, rakyat harus sejahtera,” ujar Noel.

Diketahui, kondisi keuangan Sritex sedang tidak baik-baik saja usai mencatat kewajiban perusahaan mencapai US$1,6 miliar atau Rp26,24 triliun (kurs Rp16.400). Angka ini naik dibanding tahun 2022 sebesar US$1,54 miliar. Rinciannya yakni liabilitas jangka pendek sebesar US$113,01 juta, sedangkan liabilitas jangka panjang sebesar US$1,49 miliar.

Baca Juga: Nasib Sritex: Dulu Dibanggakan Jokowi, Ambruk juga di Era Jokowi

PT Bank Central Asia Tbk atau BCA menjadi pemberi pinjaman terbesar kepada Sritex senilai US$71,3 juta atau Rp1,11 triliun. Ada pula utang jangka pendek SRIL ke BCA senilai US$11,37 juta atau sekitar Rp117 miliar. 

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengatakan BCA menghormati putusan hukum tersebut dan menghargai langkah kasasi yang diambil Sritex.

“Sehubungan dengan informasi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang resmi dinyatakan pailit, dapat disampaikan bahwa PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut. BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh Debitur yang bersangkutan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan BCA bersedia untuk berkoordinasi dengan pemangku kepentingan yang terkait dengan kasus ini, termasuk dengan kurator yang ditunjuk pengadilan.