Kantor Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Korporasi

Sritex (SRIL) Angkat Bicara Soal Isu Bangkrut dan Potensi Delisting Saham

  • PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang dikenal sebagai Sritex, membantah isu kebangkrutan yang muncul setelah perusahaan tekstil ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 3.000 karyawan.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang dikenal sebagai Sritex, membantah isu kebangkrutan yang muncul setelah perusahaan tekstil ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 3.000 karyawan.

Selain itu, emiten tekstil yang berkantor pusat di Sukaharjo, Jawa Tengah, juga menanggapai potensi delisting saham atau keluar dari pencatatan imbas disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021, silam.

Direktur Independen SRIL, Regina Lestari Busono, menyatakan bahwa Sritex telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 35% dari total karyawannya pada tahun ini. Emiten bersandikan SRIL ini mengakui masih mempekerjakan 11.000 karyawan.

Regina bilang perusahaan mulanya masih berharap kondisi pasar kembali normal, namun situasi geopolitik yang tidak membaik menyebabkan PHK dilakukan tahun ini. “Pemangkasan tenaga kerja bukan menjadi sinyal Sritex akan pailit, tapi hal ini umum juga dilakukan oleh perusahaan besar lainnya,” ujar Regina dalam paparan publik secara virtual, pada Selasa, 25 Juni 2024. 

Sementara itu, Direktur Keuangan Sri Rejeki Isman, Welly Salam, yang juga menepis isu kebangkrutan Sritex. Menurutnya, perusahaan masih beroperasi dengan semua fasilitas yang dimilikinya. 

“Banyak berita di media massa yang memberitakan bahwa perseroan terancam bangkrut hal tersebut. Kami konfirmasi tidak benar, karena sampai saat ini kami masih beroperasi dengan dengan semua fasilitas yang kami miliki,” tutur Welly.

“Dan juga untuk ke depannya order book juga sudah ada di perusahaan kami, jadi masalah going concern tidak perlu dikhawatirkan,” lanjutnya.

Di sisi lain, Sritex belum melakukan PHK dalam unit bisnis garmen. Perseroan akan secara berkala meninjau dan mengevaluasi strategi untuk memastikan efektivitas dalam menghadapi perubahan kondisi makro dan geopolitik.

Saat ini, Sritex memiliki 37 pabrik yang tersebar di beberapa lokasi di Jawa Tengah, yakni Sukoharjo, Semarang, dan Boyolali. Pabrik terbesar berada di Sukoharjo, menempati lahan seluas 79 hektare.

Nah rencana Sritex untuk tahun ini meliputi reorganisasi SDM guna meningkatkan efisiensi operasional dan fleksibilitas dalam menghadapi dinamika pasar, penerapan anggaran yang efisien dengan prioritas pada produk yang mendukung tujuan bisnis berkelanjutan. 

Tidak hanya itu, Sritex juga akan melakukan fokus revitalisasi sumber daya keuangan, serta ekspansi pasar melalui inovasi dan penyesuaian produk sesuai perkembangan permintaan dan kebutuhan pasar.

Terkait Delisting

Seperti yang diketahui, BEI telah beberapa kali mengirimkan surat peringatan potensi delisting kepada emiten sektor tekstil tersebut. Namun, kata Welly, restrukturisasi anak perusahaannya di Singapura, Golden Mountain Pte LTD, masih belum selesai dengan para kreditur.

“Kita sangat memahami BEI memiliki potensi aturan delisting, tapi kami terus berkomunikasi dengan BEI di mana tahun lalu kami sudah meminta dilakukan relaksasi oleh BEI untuk meminta ditinjau ulang sampai akhir tahun 2024 menunggu adanya penyelesaian restrukturisasi,” ujar Welly.

Apabila restrukturisasi tersebut telah selesai, terang Welly, Sritex akan berkomunikasi lagi dengan pihak BEI dan menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik terkait  Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Sepanjang 2023, Sritex membukukan penjualan konsolidasi senilai US$325 juta dan rugi bersih senilai US$ 174,8 juta. Penjualan mengalami penurunan sebesar 38 % dibandingkan tahun 2022.

“Itu sudah kelihatan perbaikan-perbaikan secara signifikan yang dilakukan oleh perseroan dan tentunya kami optimis dalam beberapa tahun ke depan. Rasio-rasio keuangan akan kembali menjadi semakin baik,” terang Welly.

Dalam keterbukaan informasi BEI, Welly menyampaikan putusan pengajuan pailit atau PKPU Sritex telah ditolak karena perseroan tetap menjalankan kegiatan usahanya. “Restrukturisasi anak perusahaan di Singapura masih belum terselesaikan dikarenakan masih belum mencapai perdamaian dengan para kreditur. Sehingga perseroan juga belum melanjutkan penetapan restrukturisasi di Amerika Serikat,” katanya.