Ssttt… Ini Fakta Rahasia 3 Konglomerat ‘Crazy Rich’ Indonesia Tahun 2020
Di Indonesia banyak konglomerat kelas atas dengan segudang pengalaman yang akhirnya menduduki predikat orang terkaya. Siapa saja mereka?
Gaya Hidup
JAKARTA – Siapa yang tidak ingin menjadi kaya dengan harta yang berlimpah hingga menjadi konglomerat. Namun, untuk mendapatkan kesuksesan serta menempati status kaya raya bukanlah perkara sederhana.
Tak sedikit kisah dari orang-orang tersebut yang menggambarkan beratnya rintangan dalam menuju kesuksesan. Biasanya mereka dibekali oleh kegigihan dalam menjalankan setiap bisnisnya. Selain itu, kecakapan serta mindset yang kuat turut mendorong kesuksesan mereka.
Cara mereka menuju kesuksesan patut dicontoh walaupun kenyataannya tidak mudah. Di Indonesia banyak konglomerat kelas atas dengan segudang pengalaman yang akhirnya menduduki predikat orang terkaya. Siapa saja mereka? Berikut ulasan tentang tiga orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes yang dirangkum TrenAsia.com pada tahun 2020!
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Hartono Bersaudara
Robert Budi dan Michael Bambang Hartono merupakan anak pendiri Djarum, Oei Wie Gwan. Memiliki total kekayaan sebesar US$37,3 miliar setara Rp552 triliun membawa kakak beradik ini ke urutan pertama orang paling tajir di Indonesia. Hartono bersaudara ini menjadi orang terkaya di Indonesia setelah sukses mengakuisisi PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA dari tangan keluarga Anthoni Salim di era kejatuhan rezim orde baru.
Di luar bisnis rokok dan perbankan, Grup Djarum juga memiliki usaha elektronik, rumah produksi, online travel agent hingga e-commerce. Nama-nama seperti Polytron, Visinema Pictures, Tiket.com dan Blibi.com tidaklah asing di telinga masyarakat Indonesia.
Tidak hanya itu, Grup Djarum juga merambah ke bisnis lain seperti perkebunan (HPI Argo), media komunikasi (Mola TV dan Super Soccer TV), produk kuliner (Yuzu), dan kopi (Delizio Caffino).
Keduanya juga diketahui menaruh perhatian pada olahraga bulu tangkis. Hal ini yang pada akhirnya membuat mereka membuat organisasi PB Djarum pada pada tahun 1969 di Kudus, Jawa Tengah.
Awalnya, perkumpulan ini didirikan sebagai kegiatan penyaluran hobi bagi karyawan pabrik rokok Djarum. Namun hari ini, PB Djarum telah menghasilkan banyak talenta atlet bulu tangkis Tanah Air yang berprestasi hingga ke mancanegara.
Di tengah kesibukannya, Bambang Hartono juga menyempatkan diri untuk berlatih bela diri. Taijiquan, olahraga bela diri yang berasal dari China ini menjadi pilihannya untuk mengisi waktu luang.
Bambang juga banyak memiliki hobi lain seperti balap mobil, bermain musik, hingga menembak. Salah satu hobi lainnya, adalah bermain bridge. Sampai-sampai, hobinya ini membawa dirinya menjadi perwakilan Indonesia yang meraih medali perunggu pada pagelaran Asian Games 2018 lalu.
Prajogo Pangestu
Berbeda seperti keluarga Hartono, Prajogo Pangestu merupakan anak dari Phang Siu On, seorang penyadap getah karet. Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari bisnis tambang dan petrokimia lewat dua perusahaan yang dimilikinya yakni PT Barito Pacific Tbk. dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dengan total nilai US$7 miliar setara Rp103,6 triliun.
Ia lahir dan besar di Kota Sambas, Kalimantan Barat dengan nama asli Phang Djoem Phen. Prajogo muda bahkan hanya sanggup menempuh pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia juga pernah menjadi sopir angkutan umum di tempat asalnya.
Pada era 60-an, Prajogo bertemu dengan seorang pengusaha kayu asal Malaysia yang bernama Burhan Uray dan memutuskan bekerja dengan Burhan Uray di PT Djajanti Group. Tujuh tahun kemudian, Prajogo dipercaya menjadi General Manager di Pabrik Plywood Nusantara di Gresik.
Namun, ia enggan berlama-lama dengan pekerjaannya tersebut. Prajogo pun keluar dari perusahaan tersebut setelah satu tahun menjabat GM di pabrik anak perusahaan Djajanti Group tersebut.
Berbekal pengalaman yang ada, ia memberanikan diri untuk meminjam dana usaha dari Bank BRI dan membeli CV Pacific Lumber Coy. Perusahaan inilah cikal bakal dari PT Barito Pacific Lumber.
Pada tahun 1993, perusahaannya berhasil menjadi perusahaan publik setelah melantai di bursa saham. Di tahun 2007, Barito Group mengakuisisi perusahaan petrokimia Chandra Asri dan setahun kemudian PT Tri Polyta Indonesia Tbk. Ia dikabarkan juga mengusai sejumlah saham Bank BCA milik Grup Djarum.
Prajogo juga pernah menerima penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo pada Agustus 2019. Penghargaan ini disematkan kepada tokoh nasional yang berjasa untuk kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.
Susilo Wonowidjojo
Orang terkaya di Indonesia selanjutnya adalah anak dari Surya, pendiri perusahaan rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), Susilo Wonowidjojo. Total kekayaan yang berhasil dicatat sebesar US$6,6 miliar setara Rp97,6 triliun.
Susilo lahir di Kediri, Jawa Timur pada 18 November 1956. Ayahnya bernama Surya Wonowidjojo seorang pengusaha rokok di Kediri asal Fujian, China. Keluarganya datang ke Indonesia pada tahun 1927 dan menetap di Sampang, Madura.
Sejarah Gudang Garam dimulai ketika ayah Susilo membangun perusahaan rokok sendiri di Kediri setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan rokok Cap 93. Pada awalnya, perusahaan ini memproduksi rokok gulung yang terbuat dari daun jagung.
Singkat cerita, perusahaan tersebut bertransformasi menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam. Secara perlahan akhirnya perusahaan ini mendistribusikan produk-produknya melalui PT Surya Madistrindo, yang kemudian terus ke toko pengecer.
Surya memimpin pabrik rokok itu sampai akhir hayatnya. Sebelum dipegang oleh Susilo, pabrik tersebut sempat dipimpin oleh kakak tertua Susilo, Rachman Halim. Saat itu, Susilo sendiri sudah menjabat salah satu jabatan direktur.
Akhirnya Susilo memimpin perusahaan setelah kakaknya tersebut meninggal pada tahun 2008. Dengan tangan dinginya, Gudang Garam tumbuh pesat dengan melakukan sejumlah terobosan.
Susilo mengembangkan mesin khusus untuk memproduksi rokok kretek. Selain itu, juga membuat inovasi di dunia industri tembakau dengan membuat rokok kretek mild pertama yang mengandung nikotin dan tar berkadar lebih rendah.
Saat ini Gudang Garam merupakan salah satu produk tembakau terbesar di Indonesia. Perusahaan ini diklaim mampu memproduksi hingga 70 miliar batang rokok tiap tahun dan dipasarkan hingga ke mancanegara. (SKO)