Stafsus Nilai Kenaikan Tukin Kemenkeu Sebesar 300 Persen Wajar
- Pada tahun 2004, jumlah wajib pajak (WP) terdaftar hanya mencapai 2,73 juta dengan target penerimaan sebesar Rp279,2 triliun. Dalam satu dekade, tepatnya pada tahun 2014, jumlah WP naik drastis menjadi 30,57 juta dengan target penerimaan pajak mencapai Rp1.246,1 triliun.
Nasional
JAKARTA – Isu terkait kenaikan tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga 300% mencuat di publik setelah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam peluncuran buku biografinya, No Limits: Reformasi dengan Hati pada tanggal 20 September 2024. Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan, mengklaim isu tersebut perlu ditempatkan dalam konteks yang tepat.
"Diskusi, narasi, framing, dan judgement telah melebar dan melenceng dari konteks dan substansi diskusi. Saya terpanggil meluruskan agar perjalanan bangsa ini dapat dipahami generasi muda secara utuh," tegas Prastowo di Jakarta, dikutip Kamis, 26 September 2024.
Prastowo menjelaskan pernyataan Sri Mulyani merujuk pada pengalaman panjangnya memimpin reformasi birokrasi di Kemenkeu, khususnya sejak 2005. Reformasi ini difokuskan pada penyesuaian gaji pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendukung pencapaian target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Prastowo, kenaikan tukin yang disebut-sebut merupakan bagian dari program reformasi menyeluruh bertujuan meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pegawai, serta memperkuat struktur birokrasi yang modern dan responsif terhadap tantangan perpajakan nasional.
- Ancam NATO, Putin Turunkan Ambang Batas Penggunaan Nuklir
- Genjot Investasi, BKPM Berupaya Rayu Pengusaha China
- UOB Economic Outlook Buka Potensi Perekonomian Indonesia
"Beliau mendapati fakta, gaji Dirjen Pajak yang tanggung jawabnya amat besar bagi APBN, ternyata lebih rendah dari seorang PhD yang menjadi peneliti di LPEM UI. Bu SMI berkarir sebagai peneliti hingga menjadi Kepala LPEM UI sebelum bertugas di IMF, lalu menjadi menteri di kabinet Pak SBY. Jadi yang disampaikan adalah pengalaman empirik di lapangan pada masa tersebut," terang Prastowo.
Kenaikan Gaji Pegawai DJP Wajar
Dalam konteks reformasi tersebut, kenaikan tukin pegawai DJP sejalan dengan sejumlah langkah strategis lain, seperti modernisasi perpajakan, revisi undang-undang terkait pajak, serta pembentukan unit kepatuhan internal. Semua upaya ini menurutnya dirancang untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pajak di Indonesia.
Menurutnya, sejak dilaksanakan reformasi ini telah membuahkan hasil signifikan. Pada tahun 2004, jumlah wajib pajak (WP) terdaftar hanya mencapai 2,73 juta dengan target penerimaan sebesar Rp279,2 triliun. Dalam satu dekade, tepatnya pada tahun 2014, jumlah WP naik drastis menjadi 30,57 juta dengan target penerimaan pajak mencapai Rp1.246,1 triliun.
Melonjaknya penerimaan negara dari pajak terus berlanjut hingga tahun 2024, di mana jumlah WP kini mencapai 72,46 juta, disaat yang bersamaan target penerimaan pajak terus meningkat untuk mendukung kebutuhan pembangunan nasional yang semakin besar.
- Ancam NATO, Putin Turunkan Ambang Batas Penggunaan Nuklir
- Genjot Investasi, BKPM Berupaya Rayu Pengusaha China
- UOB Economic Outlook Buka Potensi Perekonomian Indonesia
Masyarakat Diminta Objektif
Menanggapi polemik yang berkembang, Prastowo mengajak semua pihak untuk mendiskusikan topik reformasi perpajakan secara objektif berdasarkan data yang akurat.
Dia membela keputusan menkeu untuk menggenjot gaji pegawai kemenkeu hingga 300 persen dan berharap perdebatan publik dapat berfokus pada pencapaian dan dampak positif dari reformasi yang telah berjalan, daripada menimbulkan mispersepsi yang dapat mengganggu jalannya program tersebut.
Prastowo juga berharap masyarakat dapat lebih memahami isu kenaikan tukin merupakan bagian integral usaha memperbaiki sistem perpajakan dan mendorong kesejahteraan pegawai di Kemenkeu.
"Pro kontra adalah hal yang biasa. Diskursus publik harus terus dirawat dan dikembangkan. Namun alangkah baiknya diskusi dimulai dari premis dan konteks yang tepat agar fair, objektif, dan konstruktif.