Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank dan Unit Usaha Syariah
- Surat edaran ini menjadi pedoman bagi lembaga keuangan syariah dalam menjalankan aktivitasnya dengan memastikan adanya pengelolaan risiko yang baik. Berikut adalah poin-poin utama yang diatur dalam surat edaran tersebut.
Ekonomi Syariah
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran Nomor 25/SEOJK.03/2023 yang menetapkan standar penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Surat edaran ini menjadi pedoman bagi lembaga keuangan syariah dalam menjalankan aktivitasnya dengan memastikan adanya pengelolaan risiko yang baik. Berikut adalah poin-poin utama yang diatur dalam surat edaran tersebut.
1. Standar Penerapan Manajemen Risiko
Surat edaran menekankan pentingnya penerapan Manajemen Risiko yang komprehensif bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Standar ini mencakup beberapa aspek utama:
a. Penerapan Manajemen Risiko secara Umum
- Pengawasan Aktif: Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah diharapkan terlibat secara aktif dalam pengawasan Manajemen Risiko.
- Kecukupan Kebijakan dan Prosedur: Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko yang memadai, termasuk penetapan limit risiko.
- Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko: Bank diwajibkan memiliki proses yang memadai untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko.
- Sistem Pengendalian Intern: Bank harus memiliki sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Jenis Risiko
Penerapan Manajemen Risiko harus dilakukan untuk kesepuluh jenis risiko, termasuk Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil, dan Risiko Investasi.
c. Penilaian Profil Risiko
Bank diwajibkan melakukan penilaian profil risiko, mencakup penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Penilaian tersebut dilakukan baik untuk Bank secara individu maupun untuk BUS secara konsolidasi.
- Semaai Kantongi Dana Pra-Seri A Rp73 Miliar, Inovasi Baru di Dunia Agritech
- Nindya Karya Berhasil Bangun Gudang Konsolidasi Terbesar di Indonesia
- PTPP Raup Kontrak Baru Senilai Rp31,67 Triliun Sepanjang 2023
2. Dukungan Terhadap Pengawasan Aktif DPS
Untuk mendukung pengawasan aktif Dewan Pengawas Syariah (DPS), Bank diharapkan menyediakan fungsi yang mendukung penerapan Manajemen Risiko terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. Fungsi tersebut dapat berupa fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah, dan fungsi audit intern syariah.
3. Pembentukan Komite dan Satuan Kerja Manajemen Risiko
Dalam menerapkan Manajemen Risiko, Bank diwajibkan membentuk komite Manajemen Risiko dan satuan kerja Manajemen Risiko. Pembentukan komite dan satuan kerja ini harus disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah.
4. Langkah Persiapan, Pengembangan, dan Penyempurnaan
Agar penerapan Manajemen Risiko berjalan efektif, Bank diwajibkan melakukan langkah persiapan, pengembangan, dan/atau penyempurnaan yang diperlukan. Beberapa langkah yang harus diambil antara lain:
a. Diagnosis dan Analisis
Bank perlu melaksanakan diagnosis dan analisis mengenai organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman, serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko.
b. Rencana Penyesuaian
Bank harus menyusun rencana penyesuaian dan melaksanakan penyesuaian dengan mengacu pada Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko. Hal ini penting jika terdapat ketidaksesuaian antara kebijakan, prosedur, dan/atau pedoman Bank dengan Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko.
- Prakiraan Cuaca Besok dan Hari Ini 03 Januari 2024 untuk Wilayah DKI Jakarta
- Emiten Jalan Tol Jusuf Hamka (CMNP) Amankan Kredit Senilai Rp600 Miliar
- Alasan ADMR Akuisisi Alam Tri Cakra Indonesia dari ADRO dengan Transaksi Rp376 Miliar
c. Sosialisasi Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Bank diwajibkan melakukan sosialisasi pedoman penerapan Manajemen Risiko kepada pegawai agar memahami praktik Manajemen Risiko dan mengembangkan budaya Risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank.
d. Partisipasi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI)
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) harus ikut serta dalam memantau proses penerapan Manajemen Risiko, termasuk penyempurnaan pedoman Manajemen Risiko dan penyusunan laporan profil Risiko triwulanan.
Surat Edaran OJK ini menjadi landasan penting bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam menjalankan operasionalnya dengan meminimalkan risiko dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.
Bank-bank diharapkan untuk segera menyesuaikan kebijakan dan prosedur mereka sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam surat edaran ini guna meningkatkan kesehatan dan ketahanan lembaga keuangan syariah di Indonesia.