Start Up Agritech, Agriaku Kantongi Pendanaan Awal dari MDI Ventures
- Start up agritech, PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) mengumumkan perolehan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital
Fintech
JAKARTA – Start up agritech, PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) mengumumkan perolehan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital.
Meski tak disebutkan jumlahnya, Agriaku berencana menggunakan dana segar ini untuk menambah jumlah petani di jaringannya. Dengan memperbesar kemitraan dengan petani, Agriaku optimistis bisa menggarap pasar senilai US$17 miliar di Indonesia.
“Kemampuan Agriaku untuk memberdayakan petani melalui Toko Tani secara terukur melalui teknologi mengubah bisnis yang sangat tradisional di Indonesia," kata Partner Arise Aldi Adrian Hartanto sebagaimana mengutip oleh TechinAsia, Selasa 21 Desember 2021.
- Serikat Pekerja Pertamina Ancam Mogok Kerja, Desak Dirut Dicopot
- Kebut Literasi Digital, Bukalapak dan Microsoft Rilis Akademi Jagoan untuk UMKM Gratis!
- Defisit APBN Turun Jadi Rp611 Triliun per November 2021
Berdiri sejak Mei 2021, start up besutan Irvan Kolonas dan Danny Handoko ini fokus menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan untuk para petani melalui sistem keagenan atau social commerce.
Kedua founder Agriaku memang bukan pemain baru di industri agrobisnis. Irvan saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia.
Hingga kini, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan ribuan petani kecil di seluruh Indonesia. Model kemitraan ini dianggap lebih efektif daripada melakukan penjualan daring langsung ke petani.
Sebab, fakta di lapangan menyebutkan belum banyak petani memiliki literasi digital yang cukup. Termasuk, kemampuan melakukan pembelanjaan kebutuhan produktivitasnya secara online.
Sebagai informasi, Agriaku memiliki layanan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem supply chain produk pertanian. Melalui Toko Tani, petani terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama.
Dengan begitu, petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
“Kami percaya bahwa pendekatan kami dalam memberdayakan Toko Tani lokal sebagai last mile agent untuk mendistribusikan setumpuk produk dan layanan bagi petani kecil di Indonesia berpotensi mendemokratisasi industri yang sejauh ini resisten terhadap perubahan," kata Irvan.
Arise, dalam publikasi bertajuk "Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration" menyoroti empat pain points utama dalam value chain pertanian. Keempatnya adalah keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.
Di sisi lain, sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar dengan nilai lebih dari US$500 miliar terhadap produk domestik bruto (PPDB) global pada 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut.
Melihat tren tersebut, investasi kepada start up argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan dengan jumlah pendanaan lebih dari US$6,7 miliar.