Stigma Sunset Industry Bikin Perusahaan Tekstil Susah Akses Pembiayaan
- Stigma "sunset industry" membuat pelaku usaha kesulitan mengakses pembiayaan untuk memperbarui permesinan, yang rata-rata sudah berusia lebih dari 20 tahun.
Nasional
JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan sejumlah tantangan besar yang dihadapi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Salah satu tantangan utama adalah gempuran impor produk jadi dengan harga yang sangat murah, termasuk melalui platform marketplace seperti TikTok Shop.
Stigma “sunset industry” yang melekat di industri TPT juga membuat tantangan semakin berat. Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, Rizky Aditya Wijaya, mengungkapkan bahwa selain impor murah, industri TPT juga menghadapi masalah impor ilegal yang semakin marak.
"Permasalahan tekstil yang dihadapi meliputi impor dengan harga murah, impor dari marketplace, serta impor ilegal," kata Rizky dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Kamis 23 Januari 2025.
- Kecolongan Pagar Laut, KKP Minta Tambahan Anggaran Pengawasan
- INCO dan BBNI Loyo di Penutupan LQ45 Hari Ini
- IHSG Ditutup Melemah 24,48 Poin, CBDK dan PANI Ambrol
Selain gempuran impor, Rizky menyoroti stigma "sunset industry" yang melekat pada industri TPT. Stigma ini membuat pelaku usaha kesulitan mengakses pembiayaan untuk memperbarui permesinan, yang rata-rata sudah berusia lebih dari 20 tahun.
Kondisi ini diperparah dengan penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang dinilai turut menekan utilitas industri. Berdasarkan data Kemenperin juga memaparkan data yang menunjukkan penurunan ekspor di sektor TPT.
Sepanjang Januari-November 2024, ekspor TPT tercatat turun sebesar 1,49% dibandingkan periode yang sama pada 2023. Sebaliknya, impor TPT justru meningkat hingga 6,86%, sementara pertumbuhan ekspor pakaian jadi hanya naik 2,83%.
Sedangkan impor pakaian jadi melonjak 3,01% dibandingkan tahun sebelumnya. Menghadapi situasi ini, Kemenperin berencana mendorong revitalisasi permesinan di industri TPT serta memperkuat kebijakan untuk membendung impor ilegal.
Minat Investasi
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan adanya minat dari empat perusahaan untuk berinvestasi di Indonesia dalam sektor pengadaan bahan baku tekstil seperti benang. Investasi ini diyakini akan memberikan dampak besar bagi perkembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Taufik Bawazier, menjelaskan investasi ini menjadi langkah penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada 2029. Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) sendiri ditargetkan tumbuh dari 6,05% pada 2025 menjadi 7,85% pada 2029.
Ia menambahkan bahwa subsektor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan adalah Industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dengan proyeksi pertumbuhan 8,18% hingga 9,30%. Industri barang galian bukan logam dengan target pertumbuhan 5,31% hingga 7,30%.
Investasi ini diharapkan tidak hanya memperkuat rantai pasok bahan baku tekstil, tetapi juga membuka peluang ekspor dan meningkatkan daya saing industri TPT Indonesia di pasar global. Langkah ini juga dapat mendorong penyerapan tenaga kerja, mengingat industri TPT merupakan salah satu sektor padat karya utama di Indonesia.
Dengan masuknya investasi baru ini, Kemenperin optimistis industri tekstil dapat menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.