<p>Presiden Joko Widodo saat melakukan pengecekan gudang beras dan gula di Perum Bulog beberapa waktu lalu / Dok. Setneg</p>
Industri

Stok Beras Masih Surplus, Kebijakan Impor Dinilai Tidak Tepat Sasaran

  • Komisi IV DPR menyatakan saat ini kebutuhan beras di dalam negeri masih mencukupi.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Rencana impor beras dinilai akan berdampak terhadap penurunan harga gabah. Selain itu, kebijakan ini juga menyebabkan stok beras di dalam negeri berlebih atau surplus.

“Rencana impor beras di tengah stok yang masih melimpah, menunjukkan buruknya tata kelola Kementerian Perdagangan,” ungkap Ema Umiyyatul Chusnah selaku anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 Maret 2021.

Ema menyebut, saat ini kebutuhan beras di dalam negeri masih mencukupi. Terlebih, musim panen raya periode ini jatuh pada Maret – April 2021. Menurutnya, klaim pemerintah terkait kepastian harga gabah berbeda dengan situasi di lapangan.

“Ada wacana impor beras saja, harga gabah sudah jatuh di angka Rp3.500 per kilogram. Bahkan ada yang lebih rendah,” kata dia.

Ia memaparkan, data Badan Urusan Logistik atau Perum (BULOG) hingga 14 Maret 2021, beras yang tersimpan di gudang sebanyak 883.585 ton beras. Rinciannya ada 859.877 ton stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.

Dari stok CBP tersebut, 106.642 ton beras merupakan hasil impor 2018 yang telah mengalami penurunan mutu. Dengan demikian, stok beras harus dicampur dengan beras baru supaya memenuhi standar kelayakan.

“Pada 2018, hasil impor beras sebanyak 1.785.450 ton masih tersisa. Ini membuktikan bahwa impor beras memang tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri,” ujar Ema.

Untuk mengantisipasi penurunan mutu lebih lanjut, ia pun mendorong pemerintah agar segera menyalurkan stok beras ke pasar dan masyarakat.

Selain itu, Ema juga mendorong kementerian terkait untuk membuka data ke publik terkait stok beras dan jumlah kebutuhan nasional.

“Jadi, aksesnya bisa dilihat secara transparan. Publik pun bisa menilai pemerintah dalam mengambil kebijakan,” ungkapnya.