Strategi Antam Antisipasi Aturan Larangan Ekspor Bauksit
- Emiten tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membagikan strateginya dalam mengantisipasi aturan larangan bauksit yang diterbitkan pemerintah pada 10 Juni 2023 lalu.
Korporasi
JAKARTA - Emiten tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membagikan strateginya dalam mengantisipasi aturan larangan bauksit yang diterbitkan pemerintah pada 10 Juni 2023 lalu.
Direktur Pengembangan Usaha Antam, I Dewa Bagus Wirantaya mengungkapkan, akan memperkuat pasar domestik serta kerja sama dengan salah satu BUMN China.
"Caranya perkuatan di pasar domestik, saat ini smelter aluminer yang ada di Indonesia jumlah yang terbatas dan hal ini sudah kami antisipasi," ujar Dewa dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 15 Juni.
Antam mengaku telah memiliki kontrak jangka panjang dengan Borneo Alumunia Indonesia sehingga pihaknya dapat mengopimalkan kapasitas produksi hingga 2 juta ton pada 2023. Dewa menambahkan, Antam juga bakal memperkuat kerja sama dengan BUMN asal China, Chalco, untuk mendirikan smelter Chemical Grade ALumina (CGA).
Pengaruh Penyetopan Ekspor Bauksit
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Antam Elisabeth RT Siahaan menyebut, pengaruh penyetopan ekspor bauksit pada pendapatan perusahaan masih terbilang kecil, yaitu di bawah 3%.
"Kontribusi bauksit di ANTAM selama ini memang relatif kecil dari sisi pendapatan, di bawah 3 persen dan ini adalah komoditas masa depan. Jadi kalau saat ini tidak ekspor, tidak terlalu berpengaruh pada perusahaan secara menyeluruh pada 2023," lanjutnya
Terkait komoditas bauksit, pihaknya juga terus berfokus dalam pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, yang dikembangkan bersama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dengan kapasitas pengolahan sebesar 1 juta ton SGAR per tahun.
Berdasarkan segmentasi komoditas, penjualan emas menjadi kontributor terbesar terhadap total penjualan bersih ada kuartal I-2023 sebesar Rp7,01 triliun atau 60%, disusul bijih nikel sebesar Rp2,98 triliun atau 26%, feronikel sebesar Rp1,20 triliun atau 10%, serta segmen bauksit dan alumina sebesar Rp326 miliar hanya 3%.