Strategi Tingkatkan Produktivitas Bisnis Budidaya Udang dengan Teknologi
- Simak faktor dan strategi serta tips tingkatkan produktivitas bisnis budidaya udang dengan Teknologi dari JALA
Industri
JAKARTA - Indonesia memiliki potensi budidaya udang yang tinggi karena didukung ketersediaan lahan hingga iklim yang sesuai. Meski begitu, ternyata masih banyak tantangan yang menghambat produktivitas budidaya udang selama satu tahun ke belakang.
Berdasarkan sampel yang diambil dari aplikasi JALA mulai dari 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2021, diketahui terdapat penurunan produktivitas udang dari yang sebelumnya mencapai 11,97 ton/ha pada 2019 menjadi 10,5 ton/ha pada 2022.
Hal ini juga tercermin pada performa Survival Rate (SR) yang juga mengalami penurunan, yang mana pada 2021 nilai rata-rata mencapai 68,64% sedangkan pada 2022 hanya di angka 55,83%.
- Siap IPO, Simak Kondisi Keuangan Pertamina Geothermal Energy
- Sinopsis The Point Men, Aksi Hyun Bin Lawan Teroris di Afghanistan
- Batal Konsolidasi Aset, Dirut PGE Ungkap Fakta Baru Soal Geo Dipa
Meski begitu, terdapat kenaikan angka ekspor udang dari 187.726 menjadi 200.975 ton tahun ini. Lewat temuan tersebut, JALA memprediksi adanya peningkatan produksi dengan terus mendampingi petambak udang Indonesia.
Faktor Produktivitas Budidaya Udang
CEO JALA, Liris Maduningtyas menjelaskan ada berbagai faktor dalam budidaya udang yang bisa diimprovisasi. Menurutnya, penting bagi para petambak untuk memperhatikan berbagai komponen seperti waktu dan durasi panen hingga konversi pakan udang.
Selain itu jika dilihat dari tren sebelumnya, terdapat indikasi penurunan durasi budidaya sejak pertengahan tahun akibat harga udang yang anjlok, yaitu mulai April dan pertengahan September. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya faktor cuaca dalam memulai budidaya.
Jika tanpa memperhatikan waktu mulai budidaya, maka produktivitas terbaik dapat diperoleh dari panen yang disebar pada Januari dan Februari. Dari situ, umur budidaya relatif bisa lebih panjang dan capaian parameter produktivitas seperti SR, Feed Conversion Ratio (FCR), dan size panen lebih baik dibandingkan budidaya yang dimulai bulan-bulan lain termasuk pada bulan dengan curah hujan rendah.
Liris juga menambahkan saat harga udang anjlok, petambak sebaiknya tetap tenang dan fokus mempertahankan produktivitas budidaya agar tetap maksimal. Tidak hanya itu, efisiensi budidaya harus dijaga agar dapat mengamankan margin keuntungan.
Ia juga menambahkan strategi yang bisa dilakukan di sini yaitu strategi untuk panen agar tidak membebani ongkos produksi.
“Strategi untuk panen di size panen dengan harga yang relatif stabil dapat diterapkan agar tidak membebani ongkos produksi. Udang dengan size besar memang menghasilkan harga jual semakin tinggi, tetapi kondisi ini menunjukkan udang besar hanya memiliki selisih yang tidak sebanding dengan ongkos produksi,” jelas Liris.
Tidak hanya soal pemanenan dan durasi budidaya, penting bagi petambak untuk menghadapi tantangan penyakit pada udang. Menurut Sidrotun Naim selaku shrimp health specialist, penyakit udang tampak terdapat adanya tren peningkatan atau penurunan.
Ada beberapa penyakit yang mengalami peningkatan yaitu IMNV hingga WSSV, sedangkan yang mengalami penurunan yaitu AHPND. Para petambak juga sebaiknya melakukan pengecekan sedini mungkin untuk mengidentifikasi penyakit tersebut agar proses budidaya bisa dimulai dengan benar dan bebas penyakit.
Deteksi penyakit udang ini bisa dilakukan di laboratorium agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sedangkan menurut Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sekaligus perwakilan dari KKP, Supito menekankan bahwa pentingnya faktor pengendalian lingkungan terhadap budidaya udang. Jadi, agar budidaya bisa terus berjalan secara berkelanjutan, peningkatan produksi udang sebaiknya diimbangi oleh pengendalian lingkungan.
Strategi Peningkatan Produktivitas Efisiensi Budidaya Industri Udang dengan Teknologi
Ketua Umum Shrim Club Indonesia (SCC) Haris Muhtadi menyebut, penting bagi setiap pembudidaya udang untuk terus terhubung dan bertukar pemikiran mengenai berbagai permasalahan di industri udang. Oleh karena itu, dengan adanya JALA dapat menjadi solusi penyediaan ekosistem digital dan mendapatkan informasi untuk pengembangan udang mulai dari pra produksi hingga pasca panen.
Hadir sejak 2018, kini sudah ada 16 ribu petambak yang terdaftar di JALA App dan lebih dari 27 ribu kolam terdaftar. Adapun saat ini sudah ada lebih dari 500 kolam dengan pengelolaan berkelanjutan melalui program Tebar by JALA dan kegiatan ShrimpHub dan 5.500 ton udang terjual melalui layanan panen JALA Harvest.
- Bukan di Drakorindo, Ini Link Nonton Gratis dan Legal Drama Korea Missing: The Other Side 2
- Ini Cara Buat Love Character Test Ktestone.com yang Sedang Viral di Instagram Hingga Twitter
- 5 Rekomendasi Alternatif Chatbot Selain ChatGPT dari OpenAI
JALA memberikan berbagai kemudahan bagi petambak. Kemudahan itu dikemas dalam layanan yang terintegrasi mulai dari perencanaan teknis dan finansial budidaya, monitoring budidaya, pendampingan, komunitas petambak, suplai kebutuhan budidaya, panen, hingga pasca panen seluruhnya memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh JALA. Bersama JALA, petambak dapat meningkatkan hasil panen dengan bantuan teknologi, mitigasi risiko kegagalan, dan keberlanjutan budidaya.