Photo by Andrea Piacquadio: https://www.pexels.com/photo/man-showing-distress-3777572/
Gaya Hidup

Stres Pekerjaan Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung hingga Dua Kali Lipat pada Pria

  • Penelitian dilakukan dengan memeriksa data selama 18 tahun yang dikumpulkan dari lebih dari 6.400 peserta untuk menentukan bagaimana berbagai jenis stres kerja dapat menyebabkan penyakit jantung.

Gaya Hidup

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Stres diketahui memiliki sejumlah dampak negatif bagi kesehatan, termasuk pada jantung. Salah satu sumber stres yang paling umum adalah stres karena pekerjaan. 

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Circulation: Cardiovascular Quality and Outcomes mengaitkan jenis stres kerja tertentu dengan penyakit jantung koroner.

Penelitian dilakukan dengan memeriksa data selama 18 tahun yang dikumpulkan dari lebih dari 6.400 peserta untuk menentukan bagaimana berbagai jenis stres kerja dapat menyebabkan penyakit jantung.

Hasilnya stres kerja yang tinggi dapat melipatgandakan peluang terkena penyakit jantung terutama pada pria. Dalam hal ini termasuk dapat menyebabkan serangan jantung dan komplikasi lainnya 

Jenis Stres Kerja 

Penelitian mengamati dua jenis stres kerja. Yang pertama adalah ketegangan pekerjaan, yang didefinisikan sebagai pekerjaan dimana tuntutan terhadap pekerjanya tinggi dan pekerja tersebut memiliki kendali yang rendah terhadap pekerjaannya sendiri.

Pekerjaan aktif memiliki permintaan dan kendali yang tinggi. Sementara pekerjaan pasif memiliki permintaan yang rendah dan kontrol yang rendah. Ketika tuntutan rendah dan pengendalian tinggi, hal ini dianggap sebagai pekerjaan dengan tekanan rendah.

Kedua, para peneliti mengukur ketidakseimbangan tanggung jawab pekerjaan dengan imbalan yang diterima. Metode ini mengukur apakah tuntutan pekerjaan seseorang selaras dengan kompensasinya, termasuk hal-hal seperti gaji, peluang promosi, dan stabilitas kerja.

Dikutip dari Medical Todays, Dr. Joseph Ebinger ahli jantung dan direktur Analisis Klinis di Smidt Heart Institute di Cedars-Sinai di Los Angeles mengatakan, “Studi ini memperluas pengetahuan kami sebelumnya tentang risiko kejadian jantung terkait dengan stres kerja,” 

“Secara khusus, para peneliti melihat hubungan tersebut tidak hanya pada stres kerja atau ketidakseimbangan pekerjaan-imbalan saja, namun juga risiko jika hal ini terjadi secara bersamaan,” kata Ebinger, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Beberapa pekerja dalam penelitian ini mengalami ketegangan pekerjaan, beberapa lainnya mengalami ketidakseimbangan imbalan dan pekerjaan, dan beberapa lainnya mengalami keduanya.

Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kesehatan Jantung

Di antara responden pria, mengalami ketegangan pekerjaan atau ketidakseimbangan pekerjaan dan imbalan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner sebesar 49% dibandingkan dengan rekan mereka yang tidak melakukan pekerjaan.

Ketegangan pekerjaan dan ketidakseimbangan imbalan dengan pekerjaan yang terjadi secara bersamaan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 103%.

“Tidak diragukan lagi bahwa sikap terburu-buru, merasa tidak siap, atau merasa tidak dihargai dapat meningkatkan tingkat stres,” kata Dimitriu, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Stres terkadang dianggap sebagai keadaan emosional, namun para ahli mengatakan ada banyak efek fisiologis juga.

“Stres memicu respons 'lawan atau lari', meningkatkan hormon stres, tekanan darah, dan detak jantung. Hal ini dapat menimbulkan efek langsung dan jangka panjang pada tubuh,” kata Ebinger.

Hasil penelitian di kalangan responden perempuan tidak dapat disimpulkan, namun para ahli mengatakan perempuan tidak kebal dari efek stres.

“Penelitian ini hanya berfokus pada satu jenis penyakit jantung, yang berarti bahwa wanita dengan stres tinggi mungkin berisiko lebih tinggi terkena penyakit jantung atau penyakit lain yang tidak berhubungan dengan jantung,” kata Ebinger.

Keterbatasan Penelitian 

Meski para ahli setuju bahwa penelitian ini berguna, tetap ada keterbatasan yang bisa ditingkatkan penelitian selanjutnya. 

Seperti kualitas dan durasi tidur yang tidak diperhatikan, pemilihan sampel penelitian, hingga jumlah peserta yang  mungkin juga mempengaruhi hasil penelitian.