Studi Ungkap Matahari Bakal Lahap Tiga Planet Terdekat, Ini Penjelasannya
- Sebagai pusat tata surya, matahari menjadi sumber kehidupan bagi Bumi. Sebagai bintang, matahari suatu saat akan kehilangan energinya.
Tekno
JAKARTA- Sebagai pusat tata surya, matahari menjadi sumber kehidupan bagi Bumi. Ini memancarkan cahaya dan panas, atau energi matahari, yang memungkinkan berbagai spesies berkembang biak di planet hijau.
Namun sebagai bintang, matahari suatu saat akan kehilangan energinya. Dalam jurnal Astrofisika yang dipublikasikan pada Maret 2022 lalu, ilmuwan memprediksi matahari akan kehilangan semua kekuatan pemberi kehidupan dan berubah menjadi raksasa merah.
- Harga Emas Antam Hari Ini Naik Tipis, Segram Dibanderol Rp965.000
- 218 Saham Menguat, IHSG Dibuka Menghijau ke Level 7.144
- Dapat Proyek Jalan Tol IKN, WIKA Kantongi Kontrak Baru Rp14,67 Triliun hingga Juli 2022
Sebagai buntut dari fenomena tersebut, Matahari diramalkan akan melahap planet terdekatnya, yakni Merkurius, Venus, dan kemungkinan Bumi. Sebagai planet yang dihuni oleh mahluk hidup, bisa jadi ini merupakan akhir bagi kehidupan Bumi.
Guna menjelaskan fenomena kematian matahari, para peneliti melakukan simulasi hidrodinamik tiga dimensi untuk memahami berbagai hasil setelah sebuah planet ditelan oleh bintang mirip Matahari. Mereka mengatakan bahwa hasilnya tergantung pada ukuran objek yang ditelan dan tahap evolusi bintang.
Mengutip NDTV, Selasa, 30 Agustus 2022, pada fase raksasa merah, ketika Matahari akan kehilangan hidrogen, perbatasannya diketahui akan meluas ratusan kali lipat.
Para peneliti kemudian mendapatkan bahwa bahwa proses penelanan planet merupakan hal biasa terjadi dalam siklus hidup sistem bintang.
Meski belum diketahui apakah Bumi bakal dilahap sepenuhnya oleh Matahari seperti halnya Merkurius dan Venus, mahasiswa pascasarjana bidang astronomi di University of California, Ricardo Yarza mengatkan ini tetap menjadi akhir dari Bumi.
"Untuk kasus Bumi, saya pikir agak tidak jelas apakah itu akan ditelan atau tidak, tapi itu pasti akan menjadi tidak mungkin untuk hidup," kata Ricardo seperti dikutip TrenAsia.com.
Informasi tambahan, awal bulan ini, Badan Antariksa Eropa (ESA) merilis hasil peneliyian yang mengklaim bahwa Matahari telah mencapai usia paruh baya, yakni kisaran 4,57 miliar tahun.
Penelitian juga mengumpamakan bahwa saat ini Matahari tengah mengalami krisis paruh baya lantaran sering mengeluarkan semburan matahari, Coronal Mass Ejections (CME) dan memyebabkan badai matahari.