Industri
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong Universitas di Indonesia melalui fakultas teknik masing-masing untuk turut aktif menguasai teknologi untuk hilirisasi komoditas berbasis mineral dan logam unggulan seperti bauksit, timah, tembaga, dan nikel.
Penguasaan teknologi ini bisa dilakukan lewat transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dengan negara-negara maju. Hal ini penting mengingat saat ini Indonesia masih mengalami ketergantungan impor bahan baku/barang penolong industri, sehingga perlu terus melakukan program substitusi impor dengan pengembangan industri berbasis teknologi dan R&D.
Apalagi, pemerintah juga telah mencanangkan Making Indonesia 4.0, yang diharapkan pertumbuhan PDB dapat meningkat sebesar 1%-2% per tahun untuk periode 2018-2030, dan akan menciptakan lebih dari 10 juta lapangan pekerjaan tambahan, serta meningkatkan kontribusi sektor manufaktur pada 2030 hingga lebih dari 25%.
- Keren! Pisang Goreng Indonesia jadi Dessert Terbaik di Dunia
- Ketahui Apa Itu Love Bombing yang Sedang Viral di TikTok dan Twitter
- Juara Ketiga di Dunia, Aset Keuangan Syariah Indonesia Tembus Rp2.375 Triliun per 2022
“Misalkan di sektor sawit dan turunannya, kita sudah kuasai dari hulu dan hilirnya, tapi dari sisi capital goods-nya yakni barang modal masih impor dari luar. Ini tantangan juga untuk Fakultas Teknik agar bisa memperdalam industri permesinan di sektor agro,” kata Airlangga dikutip Jumat, 17 Februari 2023.
Ditambahkan, ke depan industri nasional juga perlu mempersiapkan diri menghadapi era Society 5.0 yang merupakan sebuah konsep di mana kehidupan masyarakat lebih terdigitalisasi.
Adapun beberapa teknologi yang patut dikembangkan menuju Society 5.0 yakni Edge Computing, Big Data Analytics, serta Internet of Every Things. Pemerintah Indonesia juga sedang menyiapkan Ibu Kota Nusantara yang akan menjadi (contoh penerapan) smart city yang bisa menyiapkan masyarakatnya untuk masuk dalam era Society 5.0.
Sebagai prioritas selanjutnya, Pemerintah juga sedang mengupayakan percepatan transisi energi nasional melalui pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan pengembangan Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru Terbarukan seperti wind turbine dan solar panel. Upaya transisi energi ini tentunya memerlukan pengembangan teknologi yang inovatif dan terjangkau, semisal pengembangan carbon capture dan storage.
Di tahun 2030, Indonesia menargetkan untuk masuk dalam 10 Ekonomi Terbesar Dunia. Dalam hal ini, Menko Airlangga mengharapkan kerja sama antara perguruan tinggi dan industri dapat tercapai, sehingga kemandirian dan kedaulatan teknologi dapat terwujud pula. Guna mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah menyediakan antara lain fasilitas PIDI 4.0, Indonesia Manufacturing Centre, serta R&D Centre.
Universitas juga diharapkan memanfaatkan ekosistem untuk melakukan riset yang fokus, dan tentu juga mendorong generasi muda untuk bisa menjadi technological entrepreneurship (technopreneur) agar mampu bersaing pada teknologi (yang mendasari) Making Indonesia 4.0.
"Secara spesifik, saya mengusulkan technopreneurship menjadi salah satu kunci yang bisa dikembangkan di kampus, termasuk di UGM, khususnya Fakultas Teknik,” pungkas Menko Airlangga.