banjir korea.jpg
Dunia

Suhu Melonjak hinga Rekor Curah Hujan, Asia Terhuyung-huyung Saat Krisis Iklim Terjadi

  •  JAKARTA-Asia yang merupakan benua terbesar dan terpadat di dunia sedang memperhitungkan efek mematikan dari cuaca musim panas yang ekstrem. Ini setelah&nb

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Asia yang merupakan benua terbesar dan terpadat di dunia sedang memperhitungkan efek mematikan dari cuaca musim panas yang ekstrem. Ini setelah  negara-negara mengalami gelombang panas yang terik dan rekor curah hujan.

Sejumlah pemerintah telah memperingatkan penduduk untuk bersiap menghadapi lebih banyak lagi yang akan datang.

Hujan deras bulan ini menggenangi beberapa bagian Jepang, Cihna, Korea Selatan, dan India. Bencana  merenggut nyawa jutaan orang dan menyebabkan banjir bandang, tanah longsor, dan pemadaman listrik. Rekor suhu juga menyebabkan peningkatan penyakit terkait panas, terutama di kalangan masyarakat rentan seperti orang tua.

Pada  Sabtu 15 Juli 2023, setidaknya 13 orang di kota Cheongju, Korea Selatan tengah meninggal setelah air dari tepi sungai yang meluap membanjiri jalan bawah tanah, menjebak kendaraan, termasuk bus umum.

Sedikitnya 41 orang tewas di Korea Selatan dalam beberapa hari terakhir. Sementara ribuan lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan mencari tempat berlindung sementara, saat hujan lebat melanda bagian tengah dan selatan negara itu.

Menanggapi hilangnya nyawa, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyerukan perombakan pendekatan negara terhadap cuaca ekstrem. “Peristiwa cuaca ekstrem semacam ini akan menjadi hal biasa – kita harus menerima perubahan iklim yang sedang terjadi, dan menghadapinya,” kata Yoon, Senin 17 Juli 2023 dikutip dari CNN.

Di negara tetangga Jepang, rekor curah hujan di barat daya negara itu mengakibatkan banjir dahsyat yang menewaskan sedikitnya enam orang, dan banyak lainnya masih hilang. "Hujan tidak seperti sebelumnya," kata juru bicara Badan Meteorologi Jepang dalam sebuah pernyataan yang menyerukan kewaspadaan maksimal dari penduduk di daerah yang terkena dampak.

Ini adalah pola yang terlihat di seluruh wilayah. Dari  dari bagian Filipina dan Kamboja di selatan di mana banjir yang meluas telah menyebabkan gangguan transportasi di kota-kota besar termasuk ibu kota Manila dan Phnom Penh,  hingga bagian India lebih jauh ke utara di mana rekor curah hujan membawa beberapa negara bagian hampir lumpuh dan merenggut nyawa puluhan orang.

Ibukota Delhi pada 10 Juli menandai hari Juli terbasah dalam lebih dari 40 tahun. Menurut pihak berwenang hujan deras memaksa penutupan sekolah dan membuat banyak orang rentan tanpa perlindungan.

Satu ekstrem ke ekstrem lainnya

Sementara beberapa daerah bergulat dengan hujan deras yang mematikan, yang lain menghadapi panas yang membakar. 

Pada hari Senin, sebuah stasiun cuaca di Cina timur laut mencatat rekor suhu tertinggi 52,2 derajat Celcius . Sementara  Jepang melihat suhu naik menjadi 39,7 derajat Celcius.

Secara total, lebih dari lima stasiun cuaca di China melebihi suhu tertinggi 50 derajat Celcius  pada hari Senin. Ini menjadi  di antara yang terpanas dalam sejarah dan mengikuti rekor musim panas di ibu kota Beijing yang melihat suhu pada awal Juli melonjak melewati 40 derajat Celcius. Keadaan ini mendorong pejabat untuk mengeluarkan peringatan merah panas selama dua minggu karena krisis iklim global meningkat.

Gelombang panas melanda di tengah kedatangan Utusan Iklim AS John Kerry di China pada hari Minggu untuk pembicaraan antara Beijing dan Washington guna melanjutkan kerja sama dalam diskusi iklim.

China dikenal sebagai  salah satu pencemar terbesar di dunia. Negara ini  telah mengalami peristiwa cuaca ekstrem  dengan hujan deras dan banjir yang melanda bagian lain negara itu terutama di selatan.

Gelombang panas juga melanda beberapa bagian Jepang. Suhu pada Senin pagi naik hingga 39,7 derajat Celcius  di kota Kiryu, yang terletak di Prefektur Gunma di pulau Honshu Jepang. Ini adalah pulau terbesar dan terpadat di Jepang yang juga menampung Kyoto dan Tokyo. Sementara di kota Hatoyama terletak di Prefektur Saitama suhu mencapai 39,6 derajat.

Suhu di ibu kota Tokyo telah melonjak ke tingkat berbahaya dalam beberapa tahun terakhir, membuat pejabat pemerintah menyerukan penjatahan listrik. INi  karena negara itu berjuang dengan kekurangan listrik yang terus meningkat.

Para ilmuwan telah memperingatkan frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem akan terus meningkat seiring dengan percepatan krisis iklim yang disebabkan oleh manusia.

Dalam pembaruan iklim tahunannya, Organisasi Meteorologi Dunia mengatakan dunia berada di jalur yang tepat untuk menembus ambang iklim kritis dalam lima tahun ke depan. Hal ini  karena suhu global terus naik di atas tingkat pra-industri.

Asia, dengan perkiraan total populasi 4,4 miliar orang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Serangan cuaca ekstrem baru-baru ini yang mengakibatkan kekurangan air, gagal panen, dan perlambatan ekonomi.