Sumbang 1,35% di di kuartal II-2021, Sektor Manufaktur jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi
- Sektor Manufaktur Tumbuh Agresif di Tengah Tekanan Pandemi.
Nasional
Jakarta - Industri sektor manufaktur tumbuh subur di tengah tekanan pandemi. Kontribusi industri manufaktur memberikan persentase terbesar atas kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 7,07% pada kuartal II tahun 2021.
Menurut Kemenperin, salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor manufaktur adalah kebijakan perpanjangan Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) untuk sektor properti.
Penjualan properti sendiri meningkat antara 15-20%. Hal tersebut mendukung demand terhadap produk industri manufaktur pendukung sektor properti, terutama industri barang galian non-logam, seperti semen, keramik dan bahan bangunan yang mencapai 8,05%.
- Bos Apple Terdepak dari Top 5 CEO dengan Gaji Tertinggi
- Bikin Desain Rumah Berbekal Ponsel? Anda Bisa Gunakan Aplikasi Ini
- Mirip Hanoman, Sosok Monyet Putih Muncul di Bali
Sektor ini merupakan penyumbang sumber pertumbuhan tertinggi di kuartal II-2021, yaitu sebesar 1,35% dibanding industri lainnya. Tercatat, berdasarkan data yang dihimpun dari dari Kemenperin pada Minggu, 8 Agustus 2021, industri perdagangan menyumbang pertumbuhan terbesar kedua, dengan 1,21%, disusul transportasi & perdagangan 0,77%, akomodasi makanan & minuman 0,54%, dan beragam sektor industri lainnya sebesar 3,20%.
Bila ditotal, total akumulasi pertumbuhan dari 5 pertumbuhan diatas, mencapai 7,07% di kuartal II-2021. Sementara, sektor industri manufaktur terus tumbuh dengan persentase pertumbuhan mencapai 6,91% di kuartal ini secara yoy meskipun mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
Tak hanya itu, sejumlah subsektor industri manufaktur pun juga tumbuh subur pada kuartal II-2021. Subsektor tersebut di antaranya industri alat angkutan sebesar 45,70%, diikuti industri logam dasar 18,03%, industri mesin dan perlengkapan 16,35%, industri karet barang dari karet dan plastik 11,72%, serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 9,15%.
Sektor manufaktur juga memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II -2021, yakni sebesar 17,34%. Lima besar kontributor PDB di periode ini adalah industri makanan dan minuman sebesar 6,66%, industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 1,96%, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 1,57%, industri alat angkutan 1,46%, serta industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 1,05%.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mendukung sektor manufaktur untuk bangkit dari kondisi kontraksi dan kembali tumbuh positif, serta menjadi kontributor pertumbuhan perekonomian nasional.
“Meski Kemenperin sebagai pembina industri hanya didukung anggaran yang minim, namun sektor manufaktur tetap mampu memberikan kontribusi yang maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa industri manufaktur punya peran penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, 6 Agustus 2021.
Kinerja ekspor sektor manufaktur pada periode Januari-Juni 2021 tercatat sebesar USD81,06 Miliar dan mendominasi 78,80% total ekspor nasional yang mencapai USD102,87 Miliar. Terjadi surplus pada neraca ekspor-impor periode tersebut sebesar USD8,22 Miliar.
Lima subsektor industri dengan nilai ekspor terbesar adalah industri makanan dan minuman (19,58%), industri logam dasar (13,78%), industri kimia, farmasi dan obat tradisional (9,28%), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (7,63%), serta industri tekstil dan pakaian jadi (5,86%).
Geliat sektor industri juga berdampak positif terhadap peningkatan investasi di sektor ini. Pada Januari hingga Juni 2021, investasi sektor manufaktur tercatat sebesar Rp167,1 triliun atau naik 28,94% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Nilai investasi terbesar diberikan oleh industri logam dasar sebesar Rp56,4 triliun, industri makanan dan minuman sebesar Rp35,8 triliun, industri kimia farmasi dan obat tradisional Rp16 triliun, alat angkutan Rp14,7 triliun, serta industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar Rp8,9 triliun.