Super Power OJK Terkait Delisting Emiten, Direksi BEI Angkat Suara
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan bahwa kewajiban untuk membeli kembali (buyback) saham bagi emiten yang terkena delisting telah diatur dalam Peraturan BEI Nomor I-I.
Pasar Modal
JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan tanggapan terkait Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan bahwa kewajiban untuk membeli kembali (buyback) saham bagi emiten yang terkena delisting telah diatur dalam Peraturan BEI Nomor I-I.
Melalui regulasi tersebut, otoritas bursa mengatur salah satu syarat delisting atas permohonan perusahaan tercatat (voluntary delisting) adalah perusahaan tercatat atau pihak lain yang ditunjuk, wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak menyetujui rencana voluntary delisting.
“Selanjutnya harga pembelian saham tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan BEI Nomor I-I,” ujarnya kepada awak media melalui pesan singkat di Jakarta, Senin 15 Maret 2021.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Ia mengungkapkan bahwa ketentuan tersebut mulai berlaku sejak POJK Nomor 3 Tahun 2021 dirilis. Dengan demikian, maka kewajiban buyback tersebut sudah berlaku sejak 22 Februari 2021.
Jika emiten yang dihapuskan dari papan bursa tersebut menolak melakukan buyback, sambung Nyoman, maka OJK akan mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan/atau tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 POJK Nomor 3 Tahun 2021.
“Apabila perusahaan tercatat yang delisting atas perintah OJK atau permohonan Bursa tidak melaksanakan buyback, maka hal tersebut belum sesuai dengan ketentuan POJK 3/2021,” tambahnya.
Aturan OJK
Sebelumnya, OJK telah meresmikan POJK Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Beleid baru ini menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pasar Modal.
Melalui aturan tersebut, OJK memiliki kewenangan baru untuk memohonkan pembubaran atau pernyataan pailit terhadap perusahaan terbuka hingga adanya hak memerintah emiten untuk melakukan penghapusan pencatatan saham alias delisting.
Bahkan, OJK juga mengatur pelaksanaan pembelian kembali saham karena perubahan status Perusahaan Terbuka menjadi perseroan yang tertutup. Aturan ini juga wajib dilaksanakan berkaitan dengan adanya delisting perusahaan tercatat.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Dalam Pasal 73 misalnya, pelaksanaan pembelian kembali saham wajib diselesaikan paling lambat 18 bulan setelah pengumuman keterbukaan informasi pascamendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengubah status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup.
Masih dalam pasal yang sama, perusahaan tercatat juga diwajibkan untuk melakukan penawaran tender sukarela untuk membeli kembali sahamnya di publik. Hal tersebut dimaksudkan agar pemegang saham perseroan menjadi kurang dari 50 pihak pasca-delisting.
Sedangkan, pada Pasal 78 disebutkan bahwa harga pembelian kembali saham wajib sesuai dengan harga rata-rata perdagangan saham perusahaan terbuka selama 30 hari terakhir, atau bisa melalui nilai buku per saham berdasarkan laporan keuangan terakhir. (SKO)