Properti Perkantoran PencakarLlangit di Distrik Bisnis dan Keuangan La Defense
Makroekonomi

Surplus Perdagangan Indonesia Juli Capai Rp7,3 Triliun, Turun Drastis Dibanding Juni 2024

  • Jika dibandingkan dengan bulan Juni 2024 dan Juli 2023, nilai surplus ini mengalami penurunan, fakta tersebut mengindikasikan adanya tekanan pada kinerja perdagangan nasional.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada bulan Juli 2024 masih surplus meski turun signifikan dibandingkan Juni 2024, dan periode yang sama tahun lalu.

Menurut data terbaru, surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada bulan Juli 2024 tercatat sebesar US$0,47 miliar atau sekitar Rp7,3 triliun (kurs Rp15.710). Angka ini menunjukkan penurunan drastis jumlah surplus tersebut sebesar US$1,92 miliar atau sekitar Rp30,1 triliun dibandingkan bulan Juni 2024. 

Jika dibandingkan dengan Juli 2023, nilai surplus ini juga mengalami penurunan, fakta tersebut mengindikasikan adanya tekanan pada kinerja perdagangan nasional.

Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan dari bulan Januari hingga Juli 2024 mencapai US$15,92 miliar atau sekitar Rp250,1 triliun. Meskipun masih positif, angka ini turun lebih rendah sebesar U$5,28 miliar atau sekitar Rp82,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2023. 

"Surplus Juli ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya ataupun dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya," paparPlt Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dilansir siaran pers, Kamis, 15 Agustus 2024.

Penurunan tersebut menjadi perhatian serius mengingat pentingnya menjaga keseimbangan perdagangan di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.

Sektor non-migas, meski masih menjadi penopang utama surplus, juga mengalami tekanan. Pada bulan Juli 2024, surplus perdagangan non-migas tercatat sebesar US$2,61 miliar atau sekitar Rp41 trilun, beberapa komoditas menyumbang kontribusi besar sektor ini, komoditas tersebut meliputi batu bara, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja. Namun, surplus ini menurun dibandingkan bulan juni 2024 dan Juli 2023.

Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas semakin melebar, mencapai US$2,13 miliar atau sekitar Rp33,4 pada Juli 2024. Peningkatan impor hasil minyak dan minyak mentah menjadi penyebab utama membengkaknya defisit ini.

Surplus dan Defisit Perdagangan dengan Sejumlah Negara

Meski menghadapi tantangan, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan dengan beberapa mitra dagang utama. Pada bulan Juli 2024, surplus dengan Amerika Serikat mencapai US$1,27 miliar atau sekitar Rp19.9 triliun, India U$1,23 miliar atau sekitar 19.3 triliun , dan Filipina US$740 juta atau sekitar Rp11.6 triliun . Ekspor perlengkapan elektronik, bahan bakar mineral, dan kendaraan menjadi pendorong utama surplus ini.

Di sisi lain, defisit perdagangan terbesar terjadi dengan China dengan nilai mencapai U$1,7 miliar atau sekitar Rp26,7 triliun, kemudian dengan Australia U$602 juta atau sekitar Rp9.4 triliun, dan Singapura US$402 juta atau sekitar Rp6,3 triliun. Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan Indonesia pada impor dari negara-negara tersebut, terutama di sektor teknologi dan energi.

Perkembangan ini menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah strategis guna meningkatkan daya saing ekspor dan mengurangi ketergantungan impor. Upaya ini diperlukan untuk menyeimbangkan kembali neraca perdagangan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika ekonomi global yang terus berubah.