Survei Citi: Penggunaan Aset Digital di Luar CDBC Terus Mengalami Peningkatan
- Berdasarkan survei terbaru dari Citi, 65% responden berencana menggunakan opsi non-CBDC seperti stablecoin, deposito tokenized, reksa dana pasar uang, dan sistem pembayaran digital untuk mendukung kebutuhan kas dan likuiditas pada penyelesaian sekuritas digital di tahun 2026.
Fintech
JAKARTA – Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi ledger terdistribusi (Distributed Ledger Technology/DLT) dan aset digital, penggunaan uang digital di luar mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan survei terbaru dari Citi, 65% responden berencana menggunakan opsi non-CBDC seperti stablecoin, deposito tokenized, reksa dana pasar uang, dan sistem pembayaran digital untuk mendukung kebutuhan kas dan likuiditas pada penyelesaian sekuritas digital di tahun 2026.
Angka ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, di mana CBDC menjadi pilihan utama dengan persentase 52%.
Temuan ini merupakan bagian dari seri whitepaper Evolution yang dipublikasikan oleh Citi, yang memaparkan pandangan mendalam mengenai industri pasca-perdagangan di seluruh dunia.
- Identity Stack, Solusi yang Bisa Cegah 99,9 Persen Penipuan Identitas Berbasis Deepfake dan AI
- Peran Jurnalis dalam Mendukung Inklusi Finansial dan Keberlanjutan Fintech
- Upah Murah Dinilai Bukan Solusi untuk Hindari PHK
Whitepaper ini melibatkan hampir 500 peserta pasar dari berbagai lembaga keuangan di seluruh dunia, serta wawasan kualitatif dari 14 infrastruktur pasar keuangan. Untuk pertama kalinya, laporan ini juga menyediakan tinjauan regional yang mencakup kawasan Asia Pasifik, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
Okan Pekin, Head of Securities Services di Citi, menyatakan bahwa peralihan ke siklus penyelesaian T+1 telah menjadi perhatian utama dalam industri pasca-perdagangan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan terbaru dari Citi, yang menjadi yang terbesar sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2021, menyoroti potensi besar teknologi terbaru dalam industri ini.
Untuk diketahui, T+1 merujuk kepada periode penyelesaian transaksi dalam pasar sekuritas, di mana "T" merujuk pada hari transaksi, dan "+1" menunjukkan bahwa penyelesaian (yakni, transfer aset dan pembayaran) dilakukan satu hari setelah transaksi. Peralihan ke T+1 telah menjadi fokus utama dalam industri pasca-perdagangan dalam beberapa tahun terakhir.
“Whitepaper terbaru kami – yang terbesar sejak awal diterbitkan pada tahun 2021 – berfokus pada perbatasan baru bagi industri, yaitu meningkatnya penerapan teknologi. Ini mencakup teknologi buku besar terdistribusi (distributed ledger technology) dan aset digital, serta potensi signifikan untuk tokenisasi yang dapat berkembang secara masif. Perkembangan ini akan terus mengubah lanskap sekuritas seiring dengan pergerakan menuju siklus penyelesaian yang lebih singkat di berbagai pasar di seluruh dunia,” ujar Pekin melalui pernyataan tertulis yang diterima TrenAsia, Kamis, 5 September 2024.
Baca Juga: Instrumen Derivatif Cryptocurrency Bisa Bikin Cuan Tanpa Harus Punya Kripto
Temuan Utama dalam Laporan Terbaru Citi
Salah satu poin penting yang diungkap dalam whitepaper terbaru ini adalah adopsi digital yang berlangsung dengan kecepatan berbeda di seluruh dunia. Kawasan Asia Pasifik dan Eropa menunjukkan kemajuan signifikan dalam komersialisasi DLT dan aset digital. Masing-masing mencatat 48% dan 46% responden yang aktif menjalankan inisiatif terkait teknologi ini.
Tokenisasi juga dinilai siap untuk diimplementasikan, meskipun penerbitan digital secara native masih membutuhkan waktu lebih lama. Sebanyak 62% dari responden dari pihak penjual (sell-side) mengarahkan fokus mereka pada tokenisasi berbagai kelas aset, baik publik maupun privat, sedangkan hanya 8% yang fokus pada penerbitan sekuritas digital secara native.
Pilihan jaringan untuk proses tokenisasi juga menjadi perhatian. Mayoritas (64%) responden dari sell-side lebih memilih jaringan privat yang dikelola oleh bank, perusahaan teknologi, atau lembaga infrastruktur pasar keuangan. Namun, di sisi pembeli (buy-side), manajer aset lebih condong memanfaatkan blockchain publik untuk tokenisasi dana serta peluang distribusi.
Dampak Penyelesaian T+1 pada Industri Sekuritas
Perubahan signifikan lainnya adalah dampak implementasi T+1 yang lebih besar dari perkiraan. Sebanyak 44% dari total responden melaporkan dampak signifikan dari penerapan T+1, lebih tinggi dari 28% pada tahun 2023. Responden dari Eropa menunjukkan dampak paling besar, dengan 60% melaporkan perubahan signifikan akibat penerapan T+1.
Salah satu aktivitas yang paling terdampak oleh peralihan ini adalah peminjaman sekuritas, dengan 50% responden, meningkat dari 33% tahun lalu, yang merasakan dampak besar. Selain itu, 49% responden juga mengidentifikasi peningkatan kebutuhan pendanaan sebagai dampak dari penerapan T+1, naik dari 31% tahun sebelumnya.
- Sea Group, Korporasi Global yang Mesra dengan Keluarga Jokowi
- Menilik Relasi Industrial Ojek Online dan Pebisnis di Indonesia
- Model Koperasi Bisa Jadi Solusi Pengelolaan Transportasi Online
Perubahan Harapan terhadap Penyelesaian Transaksi
Harapan terhadap percepatan penyelesaian transaksi juga semakin meningkat. Sebanyak 40% responden memproyeksikan bahwa penyelesaian real-time dengan mekanisme atomik akan terealisasi dalam dekade mendatang, dengan Asia menjadi kawasan yang paling optimis, di mana 42% responden di wilayah ini memperkirakan hal tersebut akan terjadi.
Amit Agarwal, Head of Custody, Securities Services di Citi, menambahkan bahwa konvergensi yang semakin cepat antara aset tradisional dan digital, serta model operasi yang lebih modern, memperkuat kebutuhan akan platform yang lebih canggih, data yang akurat, dan informasi real-time.
"Kami melihat investasi terus berlanjut dalam hal otomatisasi, infrastruktur cloud, dan API, serta solusi yang dapat terintegrasi dengan jaringan DLT. Citi terus berinovasi dengan memanfaatkan penawaran produk kami yang terintegrasi untuk melayani klien dalam ekosistem dinamis saat ini," ungkapnya.