Survei DBS: Transformasi Digital Dunia Bisnis di Asia Pasifik Belum Optimal
- Edisi ketiga DBS Digital Readiness Survey mengungkapkan, transformasi digital sejumlah segmen bisnis di kawasan Asia Pasifik (APAC) masih membutuhkan banyak perbaikan
Fintech
SINGAPURA – Edisi ketiga DBS Digital Readiness Survey mengungkapkan, transformasi digital sejumlah segmen bisnis di kawasan Asia Pasifik (APAC) masih membutuhkan banyak perbaikan.
Survei yang melibatkan sekitar 2.600 usaha di 13 pasar di APAC , Amerika Serikat, dan Inggris menunjukkan tujuh dari 10 (70%) perusahaan besar dan pasar menengah di APAC telah memiliki strategi transformasi digital.
Dalam hal ini, Taiwan memimpin dengan (95%), diikuti Singapura (91%), Tiongkok (87%), dan Hongkong (86%). Persentase tersebut mengalami peningkatan dari tahun lalu, ketika hanya 57% bisnis di APAC yang memiliki strategi digital.
- Gelar RUPSLB, Surya Citra Media (SCMA) Minta Restu Stock Split
- Bangun Bandara Dhoho Kediri, Ini Daftar Anak Usaha Gudang Garam Terkait
- Wow! 70 Persen Pengiriman J&T Express Berasal dari e-Commerce
Sementara itu, proporsi bisnis dengan strategi digital jelas juga meningkat yakni tiga dari 10 perusahaan atau sekitar (35%), dari 26% pada tahun sebelumnya. Namun, sekitar setengah (53%) dari perusahaan besar dan pasar menengah di kawasan itu masih dalam tahap awal digitalisasi.
Pasalnya, mereka baru saja mulai mengembangkan peta jalan digital atau dengan rencana saat ini masih belum berkembang.
“Sekarang, menganut digital menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar lagi oleh perusahaan, terlepas dari ukurannya,” kata Global Transaction Services, DBS, Lim Soon Chong, Group Head dalam siaran pers, Selasa 21 September 2021.
Apalagi, pandemi COVID-19 mempercepat kebutuhan layanan bebas kontak dan juga menguji ketahanan rantai pasok. Sebanyak 97% bisnis di Asia menyatakan bahwa mereka menghadapi tekanan eksternal untuk bertransformasi secara digital.
Tekanan eksternal yang dimaksud adalah perubahan kebutuhan pelanggan dan permintaan pasar (35%), peningkatan kompleksitas rantai pasokan (26%), dan ancaman kompetitor (20%).