Patrick Walujo dalam webinar bersama Indonesia Investment Education (IIE).
Korporasi

Surya Esa Perkasa Jadi Investasi Tersukses Northstar Milik Patrick Walujo, Ayo Intip Kinerjanya

  • Patrick mengungkapkan investasinya dalam ESSA dilakukan pada 2005-2006 bersama Presiden Direktur ESSA saat ini, Chander Vinod Laroya. Waktu itu, Vinod yang baru saja pensiun dari Indorama mengakuisisi proyek terbengkalai di Sumatera Selatan senilai US$7 juta.
Korporasi
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Pendiri perusahaan investasi Northstar Group, Patrick Walujo, mengungkapkan investasi paling menguntungkan Northstar adalah ketika dirinya berinvestasi ke perusahaan penghasil liquified petroleum gas (LPG), PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA).

Patrick mengungkapkan investasinya dalam ESSA dilakukan pada 2005-2006 bersama Presiden Direktur ESSA saat ini, Chander Vinod Laroya. Waktu itu, Vinod yang baru saja pensiun dari Indorama mengakuisisi proyek terbengkalai di Sumatera Selatan senilai US$7 juta.

“Pak Vinod berhasil selesaikan proyek, expand (perluas) bisnisnya hingga apa yang terjadi sekarang di ESSA,” ujarnya dalam sebuah webinar Indonesia Investment Education (IIE), dikutip Senin, 30 Agustus 2021.

Sejak mengeluarkan duit untuk akuisisi tersebut, Patrick mengaku tidak pernah lagi tambah uang setelahnya. Meski begitu, Patrick mengungkapkan Northstar tidak lagi ada di ESSA. Investasi Patrick di ESSA dilakukan atas nama pribadi dengan kepemilikan saham 5,38% per 16 Agustus 2021.

Kinerja Keuangan ESSA

Mengutip laporan keuangan interim di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) mencatatkan pendapatan sebesar US$138,93 juta atau setara Rp2,01 triliun (asumsi kurs Rp14.492 per dolar AS). Jumlah ini meningkat 45,05% dibandingkan dengan semester I-2020 yang sebesar US$95,78 juta.

Pendapatan ESSA terutama didapatkan dari penjualan amonia sebesar US$120,51 juta, meningkat 51,2% dari sebelumnya US$79,69 juta. Lalu, penjualan LPG tercatat US$16,72 juta, meningkat 17,4% dari US$14,24 juta. Terakhir, jasa pengolahan tercatat US$1,7 juta, turun dari US$1,85 juta.

ESSA pun mencatat laba kotor sebesar US$47,92 juta pada semester I-2021. Besaran laba kotor ini melesat 525% atau lima kali lipat lebih dari catatan semester I-2020 yang sebesar US$7,66 juta.

Meski mencatatkan kinerja gemilang di top line¸ catatan bottom line ESSA tercatat negatif. Perusahaan mencatat rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$10,73 juta (Rp155,44 miliar) pada semester I-2021. 

Catatan rugi tersebut bahkan lebih parah 58,9% dari rugi bersih periode yang sama tahun lalu sebesar US$6,77 juta.

Kerugian ini terutama disebabkan oleh membengkaknya beban keuangan ESSA pada semester I-2021. Beban keuangan tercatat melonjak 236% menjadi US$62,17 juta dari sebelumnya US$18,45 juta pada semester I-2020.

Beban keuangan tersebut terdiri dari bunga atas pinjaman utang bank sebesar US$30,61 juta, melonjak dari sebelumnya US$15,64 juta. Lalu, amortisasi biaya transaksi utang bank sebesar US$24,27 juta, melonjak dari sebelumnya US$1,52 juta. Terakhir, biaya bank lain-lain juga melonjak dari US$1,29 juta menjadi US$7,29 juta.

ESSA memiliki aset sebesar US$783,58 juta per 30 Juni 2021. Liabilitas tercatat sebesar US$521,21 juta sementara ekuitas tercatat sebesar US$262,37 juta.