Susul 45 Negara Lain, Sri Mulyani Pastikan Ekonomi Indonesia Resmi Masuk Jurang Resesi
Pemerintah memastikan ekonomi nasional mengalami resesi pada kuartal III-2020 yang akan di tutup pada September ini.
Nasional
JAKARTA – Pemerintah memastikan ekonomi nasional mengalami resesi setelah dua kuartal berturtut-turut berada di zona negatif hingga pada kuartal III-2020 yang akan ditutup pada September ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proyeksi ekonomi pada kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%. Namun update terbaru dipastikan per September 2020 perekonomian dalam negeri harus anjlok 1% hingga minus 2,9%.
“Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal tiga,” kata Sri Mulyani dalam konferensi virtual APBN KiTa, Selasa 22 September 2020
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Bahkan, ia memproyeksikan perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 secara keseluruhan menjadi minus 0,6% sampai minus 1,7%. Sedangkan realisasi perekonomian nasional pada kuartal sebelumnya minus 5,32%.
“Mungkin (negatif territory) juga masih berlangsung untuk kuartal IV yang kita upayakan bisa dekat 0 (persen) atau positif,” tambahnya.
Dengan data tersebut, Indonesia menyusul 45 negara lain dengan resesi dipastikan terjadi pada penutupan bulan ini. Resesi sendiri merupakan kondisi di mana perekonomian nasional minus atau tidak mengalami pertumbuhan selama dua kuartal berturut-turut.
Beda dengan Krisis 1998
Akan tetapi, meski masuk jurang resesi ekonomi, kondisi itu bukanlah akhir dari segalanya. Ekonom Indef Bhima Yudistira menjelaskan bahwa krisis tahun ini memang berbeda dengan dua krisis sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah resesi tahun ini tidak diiringi dengan inflasi atau kenaikan harga barang.
“Situasi saat ini berbeda dari tahun 1998 dan 2008 di mana saat krisis moneter 1998 inflasi sempat menyentuh 70 persen dan mengakibatkan kelangkaan barang kebutuhan pokok. Pada tahun 2008 juga terjadi inflasi 11 persen,” jelas Bhima.
Sebaliknya, krisis ekonomi kali ini justru menyebabkan deflasi atau penurunan harga barang secara umum. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi deflasi sebesar 0,1% pada Juli 2020.
Deflasi mengindikasikan adanya penurunan sisi permintaan yang cukup tajam dan membuat pelaku usaha juga ikut menurunkan harga barang produksinya.
Berikut outlook kuartal III-2020 yang disampaikan Sri Mulyani:
- Konsumsi Rumah Tangga : minus 3% sampai minus 1,5%
- Konsumsi Pemerintah: positif 9,8%-17%
- Investasi : minus 8,5% sampai minus 6,6%
- Ekspor : minus 13,9% sampai minus 8,7%
- Impor : minus 26,8% sampai minus 16%.