<p>Ilustrasi baterai listrik kendaraan mobil / Pixabay</p>
Industri

Susul LG, Perusahaan China Chengxin-Tsinghan Investasi Pabrik Baterai Listrik Rp5 Triliun

  • Chengxin akan mengambiil 65% saham dari nilai investasi tersebut. Sementara itu, perusahaan asal Singapura, Stellar Investment Pte., akan menjadi pemegang 35% saham sisanya.
Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Perusahaan asal China, Chengxin Lithium, akan ikut membangun pabrik garam lithium (lithium salt) untuk pembuatan baterai listrik senilai US$350 juta atau setara Rp4,99 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.258 per dolar AS).

Chengxin akan mengambiil 65% saham dari nilai investasi tersebut. Sementara itu, perusahaan asal Singapura, Stellar Investment Pte., akan menjadi pemegang 35% saham sisanya. Perusahaan patungan ini nantinya bernama PT ChengTok Lithium Indonesia.

Sebagai informasi, Stellar merupakan entitas afiliasi dari raksasa baja dan nikel asal China, Tsingshan Holding Group. Afiliasi antara Stellar dan Tsingshan ini diungkapkan oleh pegawai Chengxin pada Reuters beberapa hari lalu.

“Investasi ini akan meningkatkan kapasitas produksi garam lithium perusahaan secara signifikan. Setelah proyek beroperasi, investasi ini juga akan meningkatkan pendapatan dan profitabilitas perusahaan,” ujar perwakilan Chengxin dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 27 September 2021.

Di Indonesia sendiri, Tsingshan sudah memiliki pabrik stainless steel di Morowali, yaitu PT Tsingshan Steel Indonesia. Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Shenzen, lokasi pabrik Chengxin-Tsingshan ini juga akan berlokasi di Morowali, tepatnya Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). 

IMIP sebelumnya memang menjadi tempat proyek-proyek yang menerima investasi dari China, termasuk produksi nikel dan kobalt yang kebanyakan dipakai untuk baterai kendaraan listrik.

Dalam keterbukaan informasinya, Chengxin menyebut pabrik di Indonesia akan memproduksi 50.000 ton lithium hidroksida per tahun dan 10.000 ton lithium karbonat per tahun.

Pembangunan pabrik ini merupakan buah dari kebijakan Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel sejak 2020. Pelarangan ekspor ini pun membuat berbagai pabrik mulai tertarik membangun pabrik hilirisasi langsung di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi  melakukan groundbreaking pabrik baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara milik PT Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium LG dari Korea Selatan.

Kapasitas Hingga 10 GWh

Pabrik dengan nilai investasi US$1,1 triliun atau setara Rp15,67 triliun ini dibangun di Karawang New Industrial City, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pembangunan tahap pertama pabrik memiliki kapasitas produksi baterai hingga 10 gigawatt hour (GWh) yang akan disuplai untuk kendaraan listrik pabrikan Korea Selatan, Hyundai.

Pabrik berkapasitas 10 GWh per tahun ini rencananya memulai produksi massal pada semester I-2024. Baik pihak LG dan Hyundai menyebut kapasitas tersebut dapat mencakup sekitar 150.000 kendaraan listrik tiap tahunnya.

Hyundai, yang juga grup otomotif terbesar kelima di dunia, menyebut kerja sama ini bertujuan untuk mengamankan suplai baterai kendaraan listrik baik untuk Hyundai sendiri maupun entitas afiliasinya Kia. 

Hyundai bertujuan untuk mengembangkan lini produk kendaraan listriknya menjadi 23 model dan menjual setidaknya 1 juta kendaraan listrik hingga 2025. Kedua hal ini sejalan dengan ambisinya untuk menguasai pasar kendaraan listrik yang terus berkembang.