Susul Singapura, Filipina Resmi Resesi Gara-gara Ekonomi Anjlok 16,5 Persen
JAKARTA – Filipina mencatatkan diri sebagai negara yang mengalami resesi ekonomi dengan kontraksi produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 sebesar 16,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini jauh lebih buruk dari perkiraan sejumlah ekonom yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara beribu kota Manila tersebut sebesar 9,4%. Badan Statistik Nasional setempat mencatat kontraksi ini […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Filipina mencatatkan diri sebagai negara yang mengalami resesi ekonomi dengan kontraksi produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 sebesar 16,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Angka ini jauh lebih buruk dari perkiraan sejumlah ekonom yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara beribu kota Manila tersebut sebesar 9,4%. Badan Statistik Nasional setempat mencatat kontraksi ini merupakan yang terburuk setelah 1981.
Dengan penyusutan sebesar 15,2% dibandingkan kuartal I-2020, ekonomi Filipina dapat dikatakan telah masuk dalam jurang resesi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Otoritas setempat buka suara perihal terjun bebasnya pertumbuhan ekonomi Filipina, manajer ekonomi negara mengatakan biaya yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19 membuat neraca rumah tangga dan perusahaan babak belur.
“Kegagalan menghadapi virus, serta tidak memadainya kebijakan membuat Filipina berpotensi sebagai negara dengan pemulihan ekonomi paling lambat di kawasan Asia Tenggara,” tulis analis Capital Economics Alex Holmes, melansir Bloomberg, Kamis, 6 Agustus 2020.
Penyebab Kontraksi
Di tengah minusnya ekonomi, Presiden Rodrigo Duterte memberlakukan karantina ketat yang menutup sebagian besar bisnis dan menangguhkan transportasi umum sejak Maret hingga Mei. Namun, lonjakan infeksi COVID-19 mendorong pemerintah kembali mengunci wilayah ibu kota dan sekitarnya pada hari Selasa, 4 Agustus 2020.
Dengan angka pengangguran yang tinggi dan serta perputaran uang yang rendah berhasil menggerus dua pertiga PDB. Terlebih, kinerja ekspor telah mengalami penurunan tahunan sebanyak dua digit sejak Maret hingga Juni. Hal itu terjadi akibat penguncian wilayah yang membatasi produksi dan mengganggu rantai pasokan.
“Penurunan PDB Filipina pada kuartal II kemungkinan menandai titik nadir bagi perekonomian. Meskipun aktivitas ekonomi telah mulai pulih pada kuartal III, lonjakan kasus baru dan pemberlakuan kembali tindakan karantina di beberapa bagian negara akan menghambat pertumbuhan,” sebut Justin Jimenez, Ekonom Asia.
Kasus COVID-19 Melonjak
Filipina mencatat jumlah kasus COVID-19 telah meningkat lebih dari enam kali lipat sejak pembatasan dilonggarkan pada Juni lalu. Hal ini menjadikan Filipina sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbesar kedua di Asia Tenggara.
Beberapa sorotan dari pertumbuhan ekonomi Filipina yaitu belanja konsumen turun 15,5%. Kemudian, produksi industri menurun 22,9%, layanan dikontrak 15,8%, dan pengeluaran pemerintah naik 22,1%.
Dengan kondisi ini, anggota parlemen Filipina masih mempertimbangkan anggaran pemerintah untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Jumlah stimulus yang diusulkan Senat US$2,9 miliar, angka ini jauh lebih sedikit daripada yang disediakan negara lain di Asia Tenggara.
“Ini kemungkinan akan menjadi kontraksi ekonomi terburuk di seluruh kawasan. Dan harus menjadi peringatan besar bagi otoritas fiskal bahwa paket dukungan perlu segera diimplementasikan dengan ukuran yang lebih sebanding dengan apa yang kita lihat di negara lain,” kata Euben Paracuelles, ekonom di Nomura Holdings Plc di Singapura. (SKO)