Sutradara dan Ahli Hukum Dirty Vote Dilaporkan ke Mabes Polri
- Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) resmi mengajukan laporan terhadap sutradara dan tiga ahli hukum tata negara yang terlibat dalam produksi film dokumenter Dirty Vote hari ini.
Nasional
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) resmi mengajukan laporan terhadap sutradara dan tiga ahli hukum tata negara yang terlibat dalam produksi film dokumenter Dirty Vote hari ini.
Laporan tersebut disampaikan kepada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dengan Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan sutradara Dandhy Laksono sebagai pihak yang dilaporkan.
“Kami sedang usaha laporkan. Kemarin kami telah laporkan hanya saja kekurangan berkas. Hari ini kami melengkapi berkas,” kata Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib, dalam pesan tertulisnya, Selasa, 13 Februari 2024.
- Profil 3 Aktor Film Dirty Vote yang Diragukan Kapasitasnya oleh TKN
- Praktik Perantara Surat Suara Pemilu RI di Malaysia Diungkap
- Analisis Kerugian GOTO Rp80 Triliun dari Transaksi dengan TikTok
Natsir mengkritik film Dirty Vote yang mengangkat isu kecurangan dalam Pemilu 2024 karena dianggap merugikan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bersaing dalam kontes tersebut.
Dia menduga keempat individu yang terlibat dalam pembuatan film tersebut melakukan pelanggaran terkait pemilu, terutama karena film tersebut dirilis pada periode kampanye tenang menjelang hari pencoblosan.
“Di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres, itu bertentangan dengan UU Pemilu,” ujarnya.
Untuk memperkuat tuduhannya, Natsir menyebutkan keterlibatan Zainal, Feri, dan Bivitri dalam tim reformasi hukum di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) saat itu dipimpin oleh Mahfud MD, yang kemudian menjadi calon wakil presiden nomor urut 3 bersama dengan calon presiden Ganjar Pranowo.
“Para akademisi itu telah menghancurkan tatanan demokrasi dan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga muncul fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat,” ungkapnya.
- Masyarakat Papua Tengah Bakar Ratusan Kotak Suara
- Capres Nyemplung ke TikTok, Antara Berebut Suara dan Memanipulasi Pemilih Muda
- Bank Mandiri dan BRI Terus Pecahkan Rekor Harga Saham Tertinggi
Natsir mengklaim sutradara dan ketiga akademisi tersebut telah melanggar Pasal 287 ayat (5) dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia juga menyerukan agar Bareskrim Polri menangani kasus ini dengan profesional.
“Karena dilakukan di masa tenang, ini termasuk pelanggaran serius dan tendensius terhadap salah satu calon,” pungkasnya.