SVB Bangkrut, Bos BRI Sebut Permodalan Perbankan RI Jauh Lebih Solid
- Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini dalam kondisi solid
Korporasi
JAKARTA – SVB Financial Group atau Silicon Valey Bank, bank yang berfokus pada startup di Amerika Serikat, telah diumumkan menjadi bank terbesar yang mengalami kegagalan sejak krisis keuangan 2008.
Dilansir Reuters pada Rabu (15/3), kebangkrutan SVB telah mengguncang sistem keuangan global dan mendorong pihak regulator di Amerika untuk turun tangan mengatasi permasalahan tersebut.
Terkait dengan hal tersebut dan pengaruhnya terhadap perbankan nasional, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini dalam kondisi solid dan memiliki eksposur risiko yang minim atas kolapsnya salah satu bank di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) tersebut.
“Perbankan di Indonesia, utamanya BRI, jauh dari episentrum krisis tersebut. Hal ini tercermin salah satunya dari permodalan yang kuat serta likuiditas yang memadai,” kata Sunarso, Kamis 16 Maret 2023.
- Tesla Digugat Pelanggan, Dituduh Lakukan Monopoli Suku Cadang dan Layanan Pemeliharaan
- Krisis Perbankan Sampai Juga di Eropa, Kripto Bitcoin dkk Langsung Ambruk
- Redam Kekhawatiran Investor, Credit Suisse Pinjam Dana Rp834 Triliun Ke Bank Nasional Swiss
- BRI Antarkan UMKM Indonesia ke New York (NY) Now 2023, Komitmen Dukung Alumni UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR
Hingga akhir tahun 2022 tercatat CAR BRI (konsolidasian) berada di level sangat kuat sebesar 25,54% dan LDR (konsolidasian) terjaga di level 87,09%.
Sunarso juga kembali mengingatkan bahwa sebelumnya BRI berhasil melewati krisis berkali-kali, dari krisis moneter di tahun 1998 hingga krisis yang diakibatkan oleh pandemi COVID.
“Saat ini perbankan Indonesia sangat taat dalam penerapan BASEL dalam hal risk management-nya, sehingga pembentukan modal juga cukup tebal. Di sisi lain pengawasan dari OJK terhadap bank juga sudah sangat baik, di samping itu, Bank Indonesia juga terus men-support dalam pemenuhan likuditas,” imbuhnya.
“Saat ini kita tetap harus optimis tapi tidak jumawa dan tidak sembrono. Jadi tetap kita jalankan prinsip-prinsip good corporate governance, risk management yang baik, saya kira itu kuncinya. Jadi optimis tapi juga tetap harus hati-hati dan kita punya tools itu semua, terutama di perbankan."