Ilustrasi fintech pinjaman online (pinjol) atau kredit online alias peer to peer (P2P) lending ilegal harus diwaspadai. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

SWI Kembali Blokir 13 Entitas Investasi Bodong dan 71 Pinjol Ilegal

  • Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali memblokir tiga belas entitas investasi bodong dan 71 pinjaman online (pinjol) yang tidak memiliki izin alias ilegal.

Fintech

Nadia Amila

JAKARTA - Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali memblokir tiga belas entitas investasi bodong dan 71 pinjaman online (pinjol) yang tidak memiliki izin alias ilegal.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan pemblokiran tersebut dilakukan untuk mencegah kerugian masyarakat. Untuk itu, SWI telah melaporkan aplikasi ilegal dan pinjol tersebut ke Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

"SWI bertindak cepat mencari dan kemudian memblokir entitas investasi ilegal dan pinjol ilegal yang informasinya kami dapat dari data crawling melalui big data center aplikasi waspada investasi," kata Tongam dalam keterangan resmi pada Kamis, 25 Agustus 2022.

Tongam mengatakan, penanganan investasi ilegal tersebut dilakukan dengan bekerjasama dengan anggota SWI dari dua belas kementerian dan lembaga. Dalam kesempatan tersebut, ia juga menegaskan bahwa SWI tidak pernah melarang korban investasi ilegal untuk menarik dananya dari entitas tersebut.

"Setiap entitas yang dihentikan kegiatannya oleh SWI diperintahkan untuk mengembalikan kerugian masyarakat," tegasnya.

Adapun rincian tiga belas entitas yang telah diblokir SWI yakni, empat entitas melakukan money game (penggandaan uang), tiga entitas melakukan kegiatan perdagangan aset kripto tanpa izin, dua entitas melakukan penawaran investasi tanpa izin, satu entitas melakukan securities crowdfunding (penggalangan dana) dan tiga entitas melakukan aktivitas lain-lain.

SWI mencatat, sejak tahun 2018 hingga Agustus 2022 pihaknya telah memblokir 4.160 pinjol ilegal. SWI menghimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan penawaran bunga tinggi tanpa melihat aspek legalitas dan kewajaran dari tawarannya.