<p>Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengikuti rapat kerja dengan komisi VII DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Tak Bisa Penuhi Pasokan Minimal DMO, Produsen Batu Bara Bakal Kena Sanksi

  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan setiap produsen batu bara memasok 25% dari produksi untuk penggunaan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO)

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan setiap produsen batu bara memasok 25% dari produksi untuk penggunaan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 255 Tahun 2020.

“Perusahaan yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO tersebut akan dikenakan sanksi berupa pembayaran kompensasi,” mengutip keterangan tertulis, Selasa, 11 Mei 2021.

Adapun untuk besarannya, sebelumnya Kementerian ESDM telah mengajak Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) untuk membahas tarif kompensasi tersebut.

Terdapat empat poin hasil dari pertemuan yang dilakukan pada 10 Mei 2021. Pertama, tarif kompensasi DMO mesti ditinjau kembali melalui simulasi dampak perubahan tarif terhadap keekonomian. Dengan kata lain, hal ini mempertimbangkan Net Profit Margin (NPM) masing-masing perusahaan.

Kedua, simulasi dilakukan menggunakan realisasi laporan keuangan beberapa perusahaan, yang dibagi berdasarkan kualitas batu bara yang dimiliki.

Ketiga, tarif kompensasi DMO maksimum harus menggacu pada selisih HPB, yakni antara HBA rata-rata tahunan aktual sebesar US$70 per ton.

Dengan demikian, poin keempat menghasilkan peninjauan pada batu bara kelas kalori kurang dari 3.800 kkal per kilogram (GAR), pengenaan tarif kompensasi DMO menggunakan usulan yang berlaku sebelumnya. Namun, dalam hal ini tidak disebutkan secara detail berapa nominalnya.

Selanjutnya, untuk batu bara kelas kalori lebih dari atau sama dengan 3.800 hingga 5.000 GAR, dapat dipilih tarif 50% dari selisih HPB, yakni HBA rata-rata tahunan aktual sebesar US$70 per ton.

Dari diskusi tersebut, diungkapkan pula kendala pemenuhan batu bara yang dialami. Menurut APBI, masih banyak produsen yang memiliki batu bara kalori rendah sehingga tidak memenuhi kriteria untuk memasok listrik.

“Maka, sanksi dari kompensasi tarif harus ditinjau per tiga bulan,” tulis keterangan tersebut.

Penambahan Jumlah Produksi

Sebagai informasi, tahun ini pemerintah juga memutuskan untuk menambah jumlah produksi batu bara sebesar 75 juta ton. Dengan demikian, target produksi batu bara 2021 resmi naik dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 66.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021.

Meskipun demikian, dalam aturan tersebut ditegaskan tambahan produksi ini tidak dikenakan untuk kepentingan DMO.

Perubahan target ini ditetapkan karena mencermati dampak pandemi COVID-19. Situasi tersebut, tulisnya, berdampak terhadap sektor pertambangan sehingga mengakibatkan penurunan kegiatan pertambangan secara global.

Adapun realisasi produksi dan penjualan batu bara per 13 April 2021 baru sebanyak 152,38 juta ton atau sebesar 27,71% dari rencana produksi 550 juta ton.

Data Minerba Online Monitoring System (MOMS) mutakhir merinci, realisasi ekspor terkini sejumlah 74,17 juta ton atau 18,78% dari rencana yang sebesar 395 juta ton.

Kemudian untuk domestik jumlahnya lebih rendah, yakni 12,58% dari rencana 155 juta ton. Dengan kata lain, realisasi per 13 April 2021 sebesar 19,5 juta ton. (RCS)