Liquid Gas
Industri

Tak Cuma Bikin Tekor Negara, Subsidi Gas Murah Potensi Kurangi Dana Bagi Hasil Daerah

  • Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan implementasi kebijakan subsidi harga gas tidak cuma membuat negara tekor. Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah dijalankan sejak April 2020 ini turut menurunkan penerimaan negara.
Industri
Khafidz Abdulah Budianto

Khafidz Abdulah Budianto

Author

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan implementasi kebijakan subsidi harga gas tidak cuma membuat negara tekor. Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah dijalankan sejak April 2020 ini turut menurunkan penerimaan negara.

Hal itu berpotensi mengurangi bagi hasil ke daerah dan berisiko mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada kontraktor. “Menurunnya penerimaan bagian negara tersebut tentu saja akan berpotensi mengurangi besaran Dana Bagi Hasil (DBH) Gas Bumi yang akan dibagi terutama ke daerah-daerah penghasil,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Candra Fajri Ananda saat dihubungi akhir pekan lalu. 

Berdasarkan hasil evaluasi dampak fiskal yang digelar Kementerian Keuangan, program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang dipatok sebesar US$ 6 per MMBTU itu telah membuat negara kehilangan penerimaan sebesar Rp29,4 triliun. Perinciannya, subsidi harga gas di 2020 sebesar Rp16,5 triliun sementara di 2022 sebesar Rp12,9 triliun.

Dana dari APBN itu digunakan pemerintah untuk membayar hak kontraktor migas. Sesuai ketentuan dalam kebijakan HGBT, pemerintah wajib menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontraktor 

Selain penurunan penerimaan bagian negara, Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya tersebut menambahkan implementasi HGBT bisa mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada sejumlah kontraktor di beberapa wilayah kerja. 

Hal ini karena jumlah penerimaan bagian negara di suatu wilayah kerja lebih kecil dibandingkan kewajiban pemerintah untuk menutup kekurangan bagian kontraktor dan penurunan penerimaan bagian negara. 

Berdasarkan evaluasi Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada tujuh industri penerima HGBT pada 2020 hingga 2022 memang cenderung meningkat. Namun, Candra mengatakan, peningkatan tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh implementasi kebijakan HGBT namun juga karena volatilitas harga komoditas di masa pandemi. 

Di sisi lain, Candra menambahkan, penyerapan tenaga kerja pada tujuh industri penerima HGBT pada periode terebut justru menurun. Penyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 127.000 orang pada tahun 2020. Kemudian pada tahun 2021 dan 2022, jumlah tenaga kerja yang terserap turun masing-masing menjadi 121.500 orang dan 109.200 orang. 

Candra memproyeksikan, implementasi kebijakan HGBT dalam jangka pendek masih akan membuat negara mengalami kehilangan penerimaan alias net loss. Itu sebabnya, tim evaluasi kebijakan HGBT perlu memikirkan exit strategy yang jitu agar kebijakan HGBT dalam jangka menengah-panjang bisa memberikan dampak positif alias net gain

“Terutama menjaga penerimaan bagian negara tidak terus turun dan mengoptimalkan peran tujuh sektor industri penerima HGBT dalam mendorong penerimaan pajak yang bisa berdampak terhadap perekonomian,” pungkas Candra.