Rumah sakit
IKNB

Tak Hanya Inflasi Medis, ‘Overtreatment’ RS Bikin Klaim Asuransi Lebih Tinggi

  • Terkadang, dengan adanya total manfaat yang jumlahnya terlampau jauh dibanding biaya kebutuhannya, pihak rumah sakit menambahkan beberapa layanan yang tidak penting sebagai akhirnya terjadilah overtreatment dan biaya klaim yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – CEO dan President Director PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk (LIFE) Wianto Chen mengungkapkan bahwa klaim asuransi kesehatan bisa jadi lebih tinggi akibat adanya modus overtreatment dari rumah sakit. 

Wianto memberi contoh, misalnya nasabah yang menerima total manfaat sebesar Rp35 miliar, dikenai biaya sebesar Rp35 juta saat ia sedang berobat.

Terkadang, dengan adanya total manfaat yang jumlahnya terlampau jauh dibanding biaya kebutuhannya, pihak rumah sakit menambahkan beberapa layanan yang tidak penting sebagai akhirnya terjadilah overtreatment dan biaya klaim yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan. 

“Berbeda misalnya dengan misalnya di negara Jepang, di mana orang itu harus membayar sebagian kecil dari klaim yang disepakati. Kalau misalnya ikut membayar, akhirnya kan mereka pasti akan mengecek detil layanan kesehatan yang diberikan. Kalau tidak, mereka mungkin tidak peduli karena berpikir semua biaya akan ditanggung asuransi,” ujar Wianto dalam acara peluncuran produk unit link Smile Optima Flexilink di Jakarta, belum lama ini. 

Wianto mengungkapkan bahwa klaim yang terus-menerus meningkat dapat berdampak pada peningkatan premi nasabah. 

Untuk mengatasi masalah ini, telah terjadi pembicaraan antara asosiasi asuransi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kesehatan terkait penanganan overtreatment oleh rumah sakit.

Selain itu, Wianto mencatat bahwa faktor lain yang mendorong peningkatan klaim adalah inflasi kesehatan di Indonesia, di mana semua biaya rumah sakit, termasuk obat dan perawatan, mengalami kenaikan.

Peningkatan klaim asuransi kesehatan mencapai 34% secara tahunan, terutama didorong oleh klaim asuransi kesehatan individu, sedangkan klaim produk asuransi kumpulan atau karyawan justru mengalami penurunan.

Wianto mengungkapkan bahwa ke depannya, industri asuransi akan menerapkan pertukaran data antara anggota Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk memitigasi risiko fraud atau kecurangan dari nasabah. Hal ini diharapkan dapat membantu perusahaan asuransi dalam menilai apakah nasabah layak mendapatkan asuransi atau tidak.