Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengeluarkan aturan terbaru mengenai pembebasan bea masuk atas impor kembali barang yang telah diekspor alias nol persen.
Nasional

Tak Hanya Tekstil, Produk Plastik Juga Terimbas Banjir Impor

  • Sekretaris Jenderal Industri Olefin, Aromatik, dan Plasik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menyampaikan, pihaknya mencatat sudah ada penurunan utilisasi di industri plastik hilir hingga di bawah 50%.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Gempuran produk impor ilegal tampaknya masih menjadi momok untuk pelaku indusri di Tanah Air, tak terkecuali produk plastik.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), Henry Chevalier meminta pemerintah juga memperkata peraturan impor terkait produk barang jadi plastik. Pasalnya hal ini telah mengganggu kinerja industri di mana harga yang ditawarkan impor lebih murah.

"Karena produk-produk yang impor itu, barang-barang jadi yang masuk ke Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri," kata Henry dalam keterangannya pada Rabu, 17 Juli 2024.

Henry memberi contoh, salah satu negara pemasok barang impor yang lebih murah ke Indonesia yaitu Cina. Alasan barang yang dijual oleh negara tersebut lebih murah dikarenakan upah pekerja (labour cost) di sana bisa lebih rendah, serta tingginya ketersediaan bahan baku.

Lebih lanjut, ia mengatakan selain menerapkan  pengetatan impor di setiap regulasi yang diterapkan, pemerintah dalam hal ini Bea Cukai mesti menindak dengan tegas dan menolak barang plastik impor yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Misalnya spesifikasi yang masuk dari barang-barang impor jadi plastik itu tidak sesuai dengan spesifikasi SNI yang ada di Indonesia, nah itu tentunya peran dari Bea Cukai harus menolak itu, dan Bea Cukai harus paham SNI itu apa aja," katanya.

Di sisi lain Sekretaris Jenderal Industri Olefin, Aromatik, dan Plasik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menyampaikan, pihaknya mencatat sudah ada penurunan utilisasi di industri plastik hilir hingga di bawah 50%. Sehingga apabila masifnya barang impor di pasar domestik dibiarkan bisa berdampak kepada industri hulu yakni petrokimia.

"Itu sudah mulai terasa juga di beberapa pabrik hulu, ada yang sudah mematikan (shut down) mesinnya, mereka wait and see," kata dia.

Pihaknya sepakat dengan Aphindo supaya pemerintah melakukan pengetatan impor khususnya untuk barang jadi plastik di regulasi apapun, mengingat kebijakan yang kontraktif berpotensi melemahkan iklim investasi di Tanah Air yang berujung pada menurunnya kontribusi industri hulu.

Ia menjelaskan dampak positif industri petrokimia berdasarkan studi kasus investasi Naptha Cracker Terintegrasi bisa memberikan output langsung pada kontribusi perekonomian sebesar Rp41,04 triliun, menyerap tenaga kerja hingga 3,22 juta orang, peredaran upah hingga Rp8,56 triliun, serta manfaat fiskal berupa pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp2,67 triliun.