Tak Ramah lingkungan, Pemerintah Bakal Hentikan Pembangunan PLTU dalam Waktu Dekat
- Pemerintah secara perlahan bakal menutup pembangunan PLTU seperti tergambar dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2021-2030.
Industri
JAKARTA - Pemerintah secara perlahan bakal menutup atau memberhentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal itu tergambar dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2021-2030.
Dalam proposal tersebut, pemerintah bertujuan memperbesar porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mencapai target emisi karbon nol persen di masa depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan target bauran EBT dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah 23% pada tahun 2025, sedangkan realisasi hingga 2020 baru mencapai sekitar 14%.
- Ada Diskon PPnBM dan Penurunan Suku Bunga, BCA Finance Bidik Pembiayaan Rp23 Triliun
- Dua Petinggi Garuda Indonesia Pimpin Holding BUMN Pariwisata, Siapa Mereka?
- Dukung PON XX, PTPP Resmikan RS Modular di Papua
Dia menegaskan bahwa pencapaian yang masih kecil itu menjadi perhatian serius dari pemerintah untuk penyediaan tenaga listrik hijau ke depan.
"RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6%, lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4%," ujar Arifin dalam Webinar Diseminasi RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030 di Jakarta, dikutip Selasa, 5 Oktober 2021.
Dia mengatakan pemerintah terus terlibat aktif dalam memenuhi Paris Agreement. Salah satunya dengan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Nationally Determined Contributions/NDC pada tahun 2030 sebesar 29% dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
Dia menjelaskan, saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan roadmap menuju Net Zero Emission (NZE). Ditargetkan Indonesia bisa mencapai emisi karbon nol persen pada 2060.
Dia mengatakan, tuntutan untuk industri menggunakan energi yang hijau dan penyediaan listrik dari sumber energi yang rendah karbon menjadi tantangan tersendiri dalam penyediaan energi di Indonesia.
Pertumbuhan perekonomian yang terdampak pandemi Covid-19 juga berdampak pada pertumbuhan listrik yang menyebabkan beberapa sistem besar seperti sistem kelistrikan Jawa-Bali dan sistem Sumatera berpotensi over supply.
"Oleh karena itu, pertumbuhan listrik pada RUPTL sebelumnya sudah tidak sesuai, untuk itu pada RUPTL PLN 2021-2030 diproyeksikan hanya tumbuh rata-rata sekitar 4,9%, dari yang sebelumnya 6,4%. Program 35.000 MW juga berjalan terus dan dalam dua tahun ke depan akan masuk sekitar 14.700 MW yang sebagian besar dari PLTU Batubara. Selain itu, data per akhir Juni 2021, rasio elektrifikasi rata-rata nasional telah mencapai 99,37%. Namun masih terdapat beberapa provinsi yang masih perlu perhatian khusus yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua," jelas Arifin.
Dia menekankan bahwa tantangan-tantangan kelistrikan saat ini tentu menjadi pertimbangan dalam penyusunan RUPTL PLN 2021-2030.
Dari serangkaian diskusi yang cukup panjang antara Pemerintah dan PT PLN (Persero) serta memperhatikan masukan dari Kementerian dan Lembaga terkait, pemerintah telah berhasil dirumuskan RUPTL PLN 2021-2030 yang disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tanggal 28 September 2021.
"Dengan memperhatikan kondisi PLN, RUPTL PLN 2021-2030 dapat menjawab semua permasalahan di sektor ketenagalistrikan," katanya.
Dia menegaskan, dalam rangka mencapai target penambahan pembangkit sebesar 40,6 GW selama 10 tahun kedepan dan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan investasi PLN, pemerintah memutuskan bahwa RUPTL ini membuka peran IPP lebih besar termasuk dalam pengembangan pembangkit berbasis EBT.
Dalam RUPTL ini tidak ada lagi rencana PLTU baru kecuali yang sudah comitted dan konstruksi, hal ini juga membuka ruang yang cukup besar untuk pengembangan EBT menggantikan rencana PLTU dalam RUPTL sebelumnya.
"Dengan kecenderungan harga PLTS yang semakin murah dan masa pembangunan lebih cepat, untuk pencapaian target 23% bauran EBT pada tahun 2025, porsi PLTS didorong lebih besar dibanding RUPTL sebelumnya. Selain itu, pencapaian target bauran EBT akan dipenuhi oleh Cofiring PLTU dengan Biomasa dengan tetap memperhatikan lingkungan untuk ketersediaan feedstock," imbuhnya.
Arifin juga mengungkapkan, untuk meningkatkan keandalan listrik dan meningkatkan penetrasi EBT yang lokasi sumber energinya jauh dari pusat demand listrk, maka pemerintah mendorong pengembangan interkoneksi ketenagalistrikan dalam pulau maupun antarpulau.
"Pada tahun 2024 diharapkan interkoneksi di dalam Pulau Kalimantan dan Sulawesi sudah terwujud sebagai bagian dari rencana Pemerintah untuk interkoneksi seluruh pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Selanjutnya dilakukan kajian untuk interkoneksi antar-pulau yang disebut dengan Super Grid yang menghubungkan antar pulau besar di Indonesia. Dalam hal ini, selain meningkatkan keandalan juga dapat mengatasi adanya over supply di suatu sistem besar," tandasnya.
Dia menambahkan, pemerintah juga terus berupaya agar seluruh desa didaerah 3T dapat memperoleh akses listrik untuk mendukung target Rasio Elektrifikasi 100% pada tahun 2022.
Masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pasang baru daya listrik juga menjadi perhatian pemerintah. Direncanakan pada tahun 2022 terdapat sebanyak 80.000 sambungan dengan Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) melalui anggaran APBN yang direncanakan Kementerian ESDM.
Di samping itu, untuk meningkatkan bauran EBT dan penyaluran tenaga listrik bagi masyarakat perdesaan di 3T yang selama ini dilayani oleh pembangkit listrik diesel, pemerintah mendorong Program Dedieselisasi melalui penggantian PLTD dengan Pembangkit EBT sesuai dengan potensi energi terbarukan setempat.
Pemerintah juga mendorong Program PLTS Rooftop dalam rangka meningkatkan peran serta konsumen dalam penggunaan energi bersih.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyampaikan bahwa PLN akan berupaya melakukan peningkatan demand dengan program pemasaran yang agresif seperti kompor induksi, kendaraan listrik (EV) dan upaya lainnya dengan bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hal itu dilakukan untuk meciptakan permintaan baru di Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) dan yang daerah potensial lainnya.
"Pada sisi infrastruktur PLN akan meminimalkan penambahan kapasitas infrastruktur baru dan melaksanakan relokasi pembangkit PLTG/GU ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk meminimalkan biaya investasi dan meningkatkan utilisasi aset serta melaksanakan negosiasi penyesuaian jadwal, baik itu kepada IPP pembangkit maupun penyedia bahan bakar," katanya.
Dia menambahkan, pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan memerlukan sinergi antara PLN dan peran serta seluruh stakeholders.
Pihak swasta, badan usaha pengembang dan lembaga pendanaan memiliki peran penting dalam mendukung penyediaan kebutuhan investasi yang sangat besar dalam mewujudkan instalasi ketenagalistrikan yang aman, andal dan ramah lingkungan.***