<p>Petugas nakes menyuntikkan dosis vaksin kepada driver Go Ride pada vaksinasasi untuk mitra driver Gojek di Kemayoran, Jakarta, Kamis, 29 April 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Dunia

Tangkal Corona Jilid Dua (Serial 1): Serangan Varian Delta dan Pelajaran dari Negara Lain

  • Laporan khusus terkait kasus COVID-19 kembali meroket, bagaimana strategi pencegahan dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia.

Dunia

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Seluruh masyarakat di belahan dunia mana pun agaknya belum bisa bernapas lega terkait kasus pandemi COVID-19. Muncul pertama kali pada akhir 2019 di China, penyebaran virus ini belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Bahkan, tak ada yang dapat memprediksi kapan kasus ini akan berakhir. Dalam penanganannya pun, pemerintah bersama tenaga kesehatan pontang-panting menekan penambahan angka kasus pasien terpapar.

Namun, kini varian baru COVID-19 bernama Delta justru hadir menambah ketar-ketir semua orang. Pasalnya, varian ini diklaim lebih mudah menyebar dibandingkan dengan varian sebelumnya.

Seperti diketahui, varian Delta (B:1.617.2) ini pertama kali ditemukan di Maharashtra, India, pada Oktober tahun lalu.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebut, mutasi ini membuat virus dapat mengikat sel tubuh manusia sehingga respons dari imunitas tubuh akan berkurang atau melemah secara perlahan.

Gejala Varian Delta
Pasien-pasien COVID-19 di India kekurangan oksigen / Reuters

Penderita yang terserang varian ini juga mengalami gejala yang lebih beragam. Selain demam, sesak napas, sakit kepala, dan anosmia atau kehilangan rasa dan bau, penderita juga mengalami kelelahan.

Kemudian, gejala lain berupa nyeri otot atau tubuh, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, serta mual dan muntah.

Setiap pasien mungkin hanya mengalami beberapa gejala, tetapi di antara yang lainnya juga ada yang menderita diare, sakit perut, kehilangan nafsu makan, terdapat gangguan pendengaran dan pembekuan darah, hingga mengalami gangren.

Gangren sendiri adalah istilah untuk menggambarkan kematian jaringan tubuh yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah.

Menyikapi hal ini, WHO menegaskan varian Delta perlu perhatian serius. Lembaga ini pada Mei lalu memasukkan jenis virus ini ke dalam kategori variant of concern (VOC). Selain Delta, ada tiga VOC lainnya yang sudah lebih dulu muncul, yakni Alpha (B.1.17), Beta (B.1.351), dan Gamma (P.1).

Muncul Delta Plus, Lebih Cepat Menginfeksi
Inilah gejala COVID-19 varian Delta yang perlu Anda ketahui
Inilah gejala COVID-19 varian Delta yang perlu Anda ketahui/freepik.com

Dalam penularannya, varian Delta dikabarkan lebih cepat menginfeksi. Tingkat penyebarannya 50% lebih cepat dibandingkan dengan Alpha. Oleh karena itu, virus ini mengakibatkan keparahan rasa sakit yang lebih tinggi.

Setelah dua minggu terinfeksi, pasien yang terkena varian ini disebut memiliki potensi 1,6 kali lebih cepat untuk masuk Unit Gawat Darurat (UGD). Maka, efektivitas dari berbagai strategi dan tindakan tenaga medis pun bisa menurun akibat ancaman ini.

Bahkan, kabar terbaru pada 7 Juni 2021, varian Delta telah memunculkan mutasinya dengan nama Delta Plus (AY.1). Mutasi ini telah menyerang di tiga negara bagian, yaitu Maharashtra, Kerala, dan Madhya Pradesh lewat penemuan puluhan kasus pasien baru.

Tak jauh berbeda dengan varian Delta, Delta Plus lebih meningkatkan transmisibilitas. Selain itu, ia mudah mengikat reseptor sel paru-paru dan mengurangi respons antibodi seseorang. Pasalnya, Delta Plus menunjukkan tanda-tanda resistensi atau kebal terhadap pengobatan antibodi monoklonal, salah satu metode terapi untuk pasien COVID-19 yang disahkan oleh Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO).

Lebih dari 80 Negara Terinfeksi
Ilustrasi anak yang sakit karena COVID-19
Ilustrasi anak yang sakit karena COVID-19/freepik.com

Terkait varian Delta, WHO menyebut deteksi virus ini telah ditemukan di lebih dari 80 negara, tak terkecuali di Indonesia.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus varian baru COVID-19 pada 22 Juni bertambah menjadi 309 kasus. Di sini varian Delta menjadi penyumbang dominan, yakni 254 kasus, sedangkan 49 sisanya berasal dari varian Alpha dan enam lainnya dari varian Beta.

“Sebanyak 309 kasus varian baru ini ditemukan di 14 provinsi. Adapun varian Delta yang menginfeksi paling banyak ditemukan di sembilan provinsi,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Sabtu, 26 Juni 2021.

Sembilan provinsi yang dimaksud adalah DKI Jakarta (96), Jawa Tengah (80), Jawa Barat (48), Jawa Timur (18), Sumatera Selatan (3), Kalimantan Tengah (3), Kalimantan Timur (3), Banten (2), dan Kalimantan Selatan (1).

Menjadi kekhawatiran, mutasi varian Delta ini disebut memiliki kecenderungan menyerang anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Daya tahan tubuh anak menjadi salah satu faktor mudahnya mereka terpapar virus ini. Status penderita varian Delta pada pasien anak ini ditemukan di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Bahkan ada pula yang masih berusia 10 tahun.

Kudus menjadi kota yang paling banyak “menampung” varian Delta. Di setiap sampel pemeriksaan, hampir keseluruhan adalah varian Delta. Tercatat sejak April hingga awal Juni, 78 genom suspek yang diperiksa oleh Kemenkes, hasilnya menunjukkan 62 orang atau 79,49% di antaranya terkonfirmasi positif varian Delta.

Penyebaran Varian Delta di Negara Lain
Tenaga medis menunjukkan vaksin yang digunakan saat vaksinasi massal tahap kedua untuk karyawan dan tenant di Mal Tangerang City, Tangerang, Banten, Senin 1/3/2021 Foto : Panji Asmoro/TrenAsia

Lantas, bagaimana varian Delta ini menyerang negara lain? Berikut rangkuman TrenAsia.com yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Inggris

Inggris menjadi negara yang terkena paling banyak varian Delta. Public Health England (PHE) melaporkan, peningkatan kasus positif varian Delta dalam sepekan terakhir bertambah sebanyak 35.204 kasus. Dengan demikian, total kasus yang terkonfirmasi menjadi 111.157 kasus.

Para pakar menganggap, masifnya penyebaran varian baru ini disebabkan oleh volume perjalanan atau mobilitas di Inggris.

Meskipun sempat menunda pembukaan lockdown yang direncanakan pada 21 Juni menjadi 19 Juli 2021, tetapi varian Delta lebih cepat menyebar.

Pada awal kemunculan, setidaknya ada 500 turis yang masuk dan menginfeksi kasus varian Delta di Inggris. Terlebih, satu orang yang positif berkemungkinan menularkan kepada tiga orang sekaligus. Inggris pun mengaku akan mempercepat program vaksinasi, terutama ditujukan pada kelompok usia 40 tahun.

Adapun perkembangan total rata-rata jumlah pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di Inggris dalam tujuh hari mencapai 11.213. Sementara kasus baru yang ditemukan per 26 Juni 2021 mencapai 14.809 kasus.

Amerika Serikat
Vaksinasi COVID-19 di Amerika Serikat (AS) / Reuters

Dalam beberapa pekan terakhir, penambahan jumlah pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di Negeri Paman Sam ini berasal dari varian Delta. Kepala Penasihat Medis Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan, serangan varian ini telah merambah terhadap 20% kasus positif COVID-19 di AS.

Meskipun telah mengebut penyuntikan vaksin pada 150 hari pertama, tetapi pemerintah setempat harus tunggang-langgang dengan kecepatan mutasi virus varian Delta. Diketahui, ada 300 juta dosis vaksin yang ditargetkan rampung pada kloter ini.

“Kita menuju musim panas, tetapi kondisinya sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang penuh ceria dan kegembiraan. Saya harus mengatakan kabar dengan jujur soal berbagai sisi baik dan buruk dari situasi saat ini,” ungkap Presiden AS Joe Biden dalam siaran pers, akhir pekan lalu.

Berdasarkan data penanganan COVID-19 Gedung Putih, vaksinasi telah disuntikkan sebanyak 90% untuk usia 65 tahun ke atas, 75% untuk usia 45 tahun ke atas, dan 70% untuk usia 30 tahun ke atas.

Biden menambahkan, ada penurunan jumlah kematian di beberapa tempat yang selama ini menjadi “sarang” pasien. Namun, di negara bagian yang minim vaksinasi, seperti Alabama dan Mississippi, pasien juga bertambah parah ditambah melalui peningkatan kasus.

Dengan demikian, target Biden untuk memvaksinasi 70% warganya pada Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan AS masih sulit dijangkau dan jauh dari harapan.  Terlebih, masih banyak warga AS yang memiliki tingkat keraguan tinggi terhadap efikasi vaksin. Pasalnya, rata-rata setiap hari jumlah warga yang ikut vaksinasi mengalami penurunan.

Selain itu, mayoritas warga AS juga mulai melepas maskernya di tempat-tempat umum. Hal ini yang membuat penularan varian Delta lebih cepat. Pembukaan aktivitas ekonomi yang dilangsungkan saat ini juga dianggap terlalu dini.

Per 26 Juni 2021, jumlah pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di AS mencapai 6.685 kasus. Adapun rata-rata penambahan dalam tujuh hari terakhir sebanyak 11.867 kasus.

China

Pada akhir Mei hingga awal Juni 2021, China melaporkan 96 penemuan kasus pasien positif COVID-19 dari varian Delta. Dikabarkan, pasien pertama pengidap varian ini merupakan seorang wanita yang terkena virus setelah mengunjungi sebuah restoran.

Alhasil, ini membuat otoritas berwenang di Provinsi Guangdong, China mengambil tindakan isolasi area dan melakukan pengujian massal. Adapun klaster ini menyebar di beberapa kota besar, seperti Beijing, Shanghai, dan Foshan.

Penutupan segera dilakukan, termasuk stasiun metro di kota serta pembatalan penerbangan dari Bandara Internasional Baiyun Guangzhou.

Sementara untuk Liwan yang paling banyak penyebarannya, distrik ini mengambil tindakan tegas lockdown. Warga tak diizinkan keluar meninggalkan gedung mereka di zona tertentu. Selain itu, didirikan pos pemantauan yang aktif selama 24 jam. Dari sisi pergerakan ekonomi, tempat-tempat hiburan dan rumah makan ikut tutup.

Data mutakhir yang dihimpun per 20 Juni 2021, kasus baru yang ditemukan di China ada 109 dengan rata-rata penambahan selama tujuh hari sebanyak 155 kasus.

Selandia Baru
Konser musik di Selandia Baru saat dunia masih berjuang melawan virus corona / AP

Kerap dipanggil Selandia Baru, negara ini merupakan salah satu yang diklaim berhasil menahan penyebaran COVID-19. Sebab, kasus mutakhir yang ditemukan di sana tercatat akhir Februari 2021.

Namun, rupanya varian COVID-19 tak pilih-pilih tempat, terutama mutasi baru varian Delta. Seorang turis asal Australia yang terkonfirmasi positif varian Delta telah membuat New Zealand mempertimbangkan kembali pilihan lockdown.

Opsi ini juga didasari oleh peningkatan kasus yang terus terjadi di Sydney. Pemerintah setempat tak ingin membebaskan karantina bagi turis yang masuk. Dikhawatirkan, mobilitas turis ini akan menimbulkan penambahan kasus baru varian Delta.

Sebagai informasi, prestasi New Zealand yang disematkan oleh The Lowy Institute, lembaga pemeringkat yang berbasis di Sydney ini menilai cara penanganan pemerintah setempat.

Dalam menghadapi pandemi, negara ini telah melakukan pembatasan aktivitas sejak dini. Pemerintah di sana juga menerapkan aturan tegas terkait penutupan dan pembatasan atau lockdown. Di sisi lain, masyarakatnya juga dinilai tertib mematuhi protokol kesehatan, seperti menjalani aktivitas tanpa kerumunan.

Kemudian yang paling penting, sejak awal pandemi muncul, pemerintah setempat telah aktif melakukan pelacakan hingga 10.000 tes per hari, serta melarang perjalanan internasional dengan cara menutup seluruh perbatasan negara tersebut.

Data pada 26 Juni 2021, tidak ditemukan penambahan kasus alias nol di Selandia Baru. Terakhir, hanya ada 4 kasus baru yang tercatat pada 25 Juni 2021. (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Tangkal Corona Jilid Dua.”