IMG_6462.jpeg
Bursa Saham

Tanpa Hentikan Impor Ilegal, Revisi Permendag 8 Tak Akan Ubah Nasib Sritex

  • PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang lebih dikenal sebagai Sritex, mengalami tekanan arus kas yang menyebabkan kepailitan setelah gugatan dari PT Indo Bharat Rayon

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang lebih dikenal sebagai Sritex, mengalami tekanan arus kas yang menyebabkan kepailitan setelah gugatan dari PT Indo Bharat Rayon. Namun, Presiden Prabowo Subianto segera memerintahkan empat kementerian untuk menyelamatkan pabrik tekstil tersebut, yang telah beroperasi selama 53 tahun.

Menyikapi itu, Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI), Agus Riyanto, mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo dalam menyelamatkan Sritex. Namun, ia mengingatkan Pemerintah untuk memperbaiki ekosistem tekstil secara menyeluruh.

“Kurang dari satu bulan, langkah cepat langsung dilakukan. Ini luar biasa. Namun, ekosistem yang sudah lama rusak akibat importasi borongan dan ilegal harus segera diperbaiki,” ujar Agus dalam keterangannya pada Selasa, 5 November 2024.

Agus, yang juga Direktur Eksekutif KAHMI Rayon Tekstil, menyebutkan bahwa revisi Permendag No. 8 Tahun 2024 bisa dilakukan, tetapi akan sia-sia jika importasi ilegal tetap berjalan. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap impor ilegal dan penghentian impor borongan harus menjadi prioritas dalam penyelamatan industri tekstil dalam negeri.

“Jika harus merevisi Permendag No. 8, saya rasa perubahan yang diperlukan tidak banyak, hanya pada bahan baku plastik. Impor ilegal ini tidak mengikuti aturan atau membayar pajak. Bahkan, 80% pasar tradisional tekstil kita sudah didominasi produk impor ilegal. Ini harus diberantas sampai ke akar-akarnya,” ungkap Agus.

Ia menjelaskan bahwa jika pemerintah dan aparat penegak hukum dapat mengatasi praktik ilegal ini, Sritex dan industri lainnya akan mendapatkan kepastian pasar domestik, yang pada akhirnya membantu memperlancar arus kas.

“Perbaikan harus dilakukan secara holistik. Jika impor borongan dihentikan dan praktik impor ilegal diberantas, Sritex bisa pulih secara bertahap, begitu juga dengan industri tekstil lainnya,” jelas Agus.

Ia menegaskan bahwa praktik ini sudah menjadi rahasia umum yang diketahui oleh Bea Cukai dan Kementerian Keuangan.

“Praktik ini sudah berlangsung lama. Jasa impor borongan dan ilegal ini secara terang-terangan dipublikasikan. Bea Cukai dan Kementerian Keuangan sudah mengetahui praktik-praktik ini,” kata Agus.

Ia berharap Pemerintah dapat mengungkap pelaku impor ilegal dan menghentikan impor borongan. “Kita sudah punya Satgas, dan ini perlu dioptimalkan hingga pelaku ditemukan. Bea Cukai juga harus diperbaiki,” tegas Agu

Berdasarkan laporan keuangan per semester I-2024, Sritex mencatat kerugian bersih sebesar US$25,73 juta (sekitar Rp402,66 miliar) akibat penurunan penjualan dan beban penjualan yang lebih tinggi. Penjualan Sritex turun menjadi US$131,73 juta dari US$166,9 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya, sementara beban penjualan mencapai US$150,24 juta, menyebabkan kerugian operasional.

Dari sisi neraca keuangan, total aset Sritex sebesar US$617,33 juta, sedangkan total liabilitas mencapai US$1,597 miliar, terdiri dari liabilitas jangka pendek US$131,41 juta dan liabilitas jangka panjang US$1,46 miliar.

Dengan defisiensi ekuitas sebesar US$980,55 juta, Sritex juga menghadapi tekanan besar dari utang bank dan obligasi. Situasi ini pun berujung pada putusan Pengadilan Negeri Niaga Semarang yang menyatakan Sritex pailit pada Oktober 2024, setelah perusahaan gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur.