<p>Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI), Djoddy Prasetio Widyawan (kiri), Ketua KABAR dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo (kedua kanan), Sekretaris Umum Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita (kiri) dan Anggota APVI, Rhomedal (ketiga kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Tanpa Keterbukaan Hasil Riset, Publik Sulit Peroleh Informasi Akurat HPTL

  • Pemerintah diharapkan untuk bersikap terbuka terhadap hasil kajian ilmiah dari produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus.

Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Pemerintah diharapkan untuk bersikap terbuka terhadap hasil kajian ilmiah dari produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus.

Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat mengenai produk yang merupakan hasil dari pengembangan inovasi dan teknologi ini.

Wakil Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idris Mas’ud, mengatakan pemerintah sebaiknya terdorong untuk secara aktif melakukan riset pada produk HPTL. Alhasil, mayoritas persepsi yang berkembang di publik bahwa produk ini memiliki risiko kesehatan sama, bahkan lebih berbahaya, daripada rokok.

“Selama tidak ada keterbukaan mengenai hasil riset, informasi akurat terkait HPTL ini sangat kecil bisa diperoleh masyarakat sehingga terjadi kesalahpahaman,” kata Idris saat dihubungi wartawan, dikutip Selasa, 13 Juli 2021.

Idris mengungkapkan Lakpesdam PBNU sudah mempublikasikan hasil kajiannya melalui buku Fikih Tembakau-Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia pada 2019 lalu.

Hasilnya memaparkan bahwa inovasi teknologi diperbolehkan, bahkan dianjurkan sebagai upaya memberikan manfaat (kemaslahatan) yang lebih besar bagi umat manusia. Kemaslahatan yang dimaksud antara lain upaya menurunkan risiko kesehatan melalui penggunaan produk HPTL.

“Sudah sejak tahun 2019, Lakpesdam PBNU melalui hasil kajiannya meminta kepada pemerintah untuk terbuka dan mendorong kajian-kajian ilmiah yang mutakhir mengenai produk tembakau alternatif ini. Kami sudah beberapa kali mengadakan diskusi melalui FGD dan bahkan audiensi dengan Kemenkes menyampaikan hal ini,” ujarnya.

Idris melanjutkan kajian yang dilakukan Lakpesdam PBNU maupun pihak-pihak lain diharapkan dapat memberikan saran dan rekomendasi terhadap pemerintah dalam menyusun kebijakan bagi produk HPTL.

“Namun, seprtinya saran dan rekomendasi tersebut hingga kini masih belum dijadikan pertimbangan oleh pemerintah,” kata dia.

Riset Mandiri

Jika demikian, Idris berharap pemerintah melakukan riset mandiri. Hal ini agar persepsi yang keliru mengenai produk HPTL tidak semakin berkembang luas di publik.

“Faktor keterbukaan terhadap hasil riset-riset ilmiah mutakhir sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, Lakpesdam mengusulkan pemerintah membuat riset mandiri yang objektif terkait produk HPTL ini,” ujarnya.

Keterbukaan terhadap riset produk HPTL juga menjadi pembahasan dalam Global Forum on Nicotine yang diselenggarakan secara daring beberap waktu lalu.

Anggota Parlemen Victoria dan Ketua Partai Reason Party, Fiona Patten, mengungkapkan kesuksesan Pemerintah Selandia Baru dibandingkan Australia dengan membuka diri terhadap kebijakan berbasis riset dan HPTL.

“Ketika melihat Selandia Baru tampil lebih baik, saya sangat marah. Selandia Baru mengalahkan kami dalam pengurangan dampak buruk rokok,” ujarnya.