Tanri Abeng
Nasional

Tanri Abeng: Perjalanan Karier, Bisnis hingga Politik Menteri BUMN Pertama RI

  • Tanri Abeng pernah terpilih sebagai peserta program pertukaran pelajar American Field Service
Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Mantan Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara (kini BUMN) era Orde Baru, Tanri Abeng meninggal dunia pada Minggu 23 Juni 2024 pukul 02.39 di RS Medistra, Jakarta dalam usia 82. 

"Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah Dr. H. Tanri Abeng, MBA bin Palehe," tulis keluarga melalui pesan WhatsApp, Minggu 23 Juni 2024. 

Pria kelahiran 7 Maret 1942 di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan ini adalah seorang pengusaha Indonesia. Ia mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan alias menteri BUMN RI pertama.

Mengutip Perpusatakaan Nasional, Tanri Abeng pernah terpilih sebagai peserta program pertukaran pelajar American Field Service. Setelah kembali ke Indonesia ia melanjutkan kuliah di Universitas Hasanudin. 

Semasa kuliah, ia bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan eksportir dan mengajar bahasa Inggris di sebuah SMA. Kemudian ia memperoleh beasiswa untuk mengambil Master of Business Administration dari State University, New York, AS. 

Setelah lulus MBA, ia bergabung dengan Union Carbide. Dimulai dari management trainee di Amerika Serikat, ketika berusia 29 tahun ia sudah menjabat sebagai direktur keuangan dan Corporate Secretary di perusahaan multinasional tersebut. 

Setelah mengundurkan diri dari Union Carbide, Tanri memilih bergabung dengan PT Perusahaan Bir Indonesia (sekarang Multi Bintang Indonesia). Tahun 1979, ia resmi pindah menjadi CEO (Chief Executive Officer) di Multi Bintang. 

Sejalan dengan perkembangan perusahaan, namanya berganti dari PBI (Perusahaan Bir Indonesia) menjadi PT MBI (Multi Bintang Indonesia). 

Pada tahun 1991, ia mendapat tantangan baru untuk menjadi CEO di Bakrie Brothers. Di Bakrie ia coba melakukan restrukturisasi, profitisasi, dan pada akhirnya bisa menjadi perusahaan publik. 

Dalam setahun ia telah berhasil meningkatkan keuntungan kelompok usaha Bakrie hingga 30%. Selain menjadi CEO, ia juga memegang banyak posisi senior non eksekutif di banyak organisasi kepemerintahan dan LSM, seperti Komisi Pendidikan Nasional, Badan Promosi Pariwisata, Dana Mitra Lingkungan, Asosiasi Indonesia Imggris, Institut Asia-Australia, Yayasan Mitra Mandiri, dan sebagainya. 

Ketika pemerintah berniat melakukan pendayagunaan (restrukturisasi dan privatisasi BUMN), Tanri menjadi orang yang dinilai paling kompeten. Ia diangkat menjabat Menteri Negara Pendayagunaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Kabinet Pembangunan VII, kebinet terakhir pemerintahan Soeharto (1998). 

Hingga masa pemerintahan B.J. Habibie, ia tetap dipercaya di posisi jabatan yang sama dalam Kabinet Reformasi (25 Mei s/d 13 Oktober 1999). 

Setelah Tanri tidak menjabat menteri, ia lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan pemikiran dan pendidikan manajemen, termasuk penulisan buku manajemen. Ia membuat buku "Dari Meja Tanri Abeng : Managing atau Chaos", yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan pada tahun 2000. 

Karir Politik 

Pada 1991 ia memasuki dunia politik, ia mewakili Golkar duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selanjutnya tahun 1998 ia ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII dan dilanjutkan dengan jabatan yang sama di Kabinet Reformasi Pembangunan pimpinan Presiden Habibie. 

Pada 2004, ia menjadi Komisaris Utama PT Telkom Indonesia. Pada tahun 2010, Tanri Abeng menyelesaikan pendidikan Doktor dalam Ilmu Multidisiplin dari UGM. 

Setelah lebih dari empat dekade, malang melintang di perusahaan multinasional dan pemerintahan, tahun 2011, ia mendirikan Universitas Tanri Abeng, yang berlokasi di Ulujami, Pesanggahan, Jakarta Selatan. 

Menurut penuturannya, pendanaan untuk membangun kampus ini ia peroleh dari hasil menjual hotel Hotel Aryaduta yang ia miliki dari hasil bermitra dengan James Riady (pemilik Lippo Group) pada 1995 di Makassar. 

Pada awal tahun 2012, ia menjabat sebagai CEO OSO Group, menggantikan Oesman Sapta Odang (pendiri). OSO Group bergerak dibidang pertambangan, perkebunan, transportasi, properti dan hotel.