Ilustrasi kecerdasan buatan.
Tekno

Tantangan Era Kecerdasan Buatan di Kepemimpinan Prabowo

  • Data dari World Economic Forum 2020 menunjukkan bahwa pekerjaan tradisional, seperti administrasi dan manufaktur, akan mengalami penurunan. Namun, sektor-sektor seperti kesehatan, ilmu pengetahuan, komunikasi, pariwisata, dan pendidikan diprediksi menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru.

Tekno

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) terus mengubah lanskap ekonomi global, termasuk di Indonesia. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), dalam buku Outlook Ekonomi Digital 2025, menyoroti dampak transformasi ini terhadap pasar tenaga kerja, sektor industri, dan daya saing Indonesia di kancah internasional.

Perubahan Pasar Tenaga Kerja: Tantangan dan Peluang

Dalam pidato kenegaraan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa pasar tenaga kerja telah mengalami pergeseran besar akibat adopsi AI. 

"Diperkirakan sekitar 85 juta pekerjaan tradisional akan hilang, sementara 97 juta pekerjaan baru akan muncul di sektor berbasis teknologi seperti analisis data, pembelajaran mesin, dan transformasi digital,” ujar Nailul dikutip dari buku Outlook Ekonomi Digital 2025, Jumat, 27 Desember 2024. 

Data dari World Economic Forum 2020 menunjukkan bahwa pekerjaan tradisional, seperti administrasi dan manufaktur, akan mengalami penurunan. Namun, sektor-sektor seperti kesehatan, ilmu pengetahuan, komunikasi, pariwisata, dan pendidikan diprediksi menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru. 

"Ini menunjukkan pentingnya pekerja untuk terus meningkatkan keterampilan agar relevan dengan kebutuhan industri modern," tambah Nailul.

Pertumbuhan Teknologi Berbasis AI

Teknologi AI diproyeksikan membawa perubahan signifikan pada berbagai sektor dalam dua dekade mendatang (2017-2037). Nailul mencatat, Machine Learning (ML) menjadi teknologi dengan pertumbuhan tertinggi, naik dari US$49,54 miliar pada 2020 menjadi US$503,40 miliar pada 2030.

Teknologi Autonomous & Sensor Technology juga menunjukkan tren positif, melonjak dari US$15,74 miliar pada 2020 menjadi US$55,25 miliar pada 2030. Teknologi ini banyak diaplikasikan pada kendaraan otonom, Internet of Things (IoT), dan sistem pengawasan pintar. Selain itu, AI Robotics dan Natural Language Processing (NLP) juga mencatat pertumbuhan signifikan, masing-masing mencapai US$64,35 miliar dan US$156,80 miliar pada 2030.

Baca Juga: Cara Memakai Meta AI di WhatsApp dan Instagram

"Kategori seperti Machine Learning dan NLP menciptakan peluang kerja baru di bidang data science, pengembangan perangkat lunak, dan analisis big data," ungkap Nailul.

Kesenjangan Kualitas SDM Indonesia

Meski perkembangan AI menciptakan banyak peluang, Nailul Huda mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar terkait kualitas sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan Human Capital Index (HCI) tahun 2020, Indonesia mencatat skor 0,54, lebih rendah dibandingkan Vietnam (0,69), Malaysia (0,61), Thailand (0,65), dan China (0,65). 

"Rendahnya skor HCI menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia masih tertinggal, yang berdampak pada daya saing global," ujarnya.

Kesenjangan ini juga tercermin dari skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang kurang kompetitif, terutama dalam literasi, matematika, dan sains. Nailul menambahkan, "Mayoritas tenaga kerja Indonesia masih tergolong low-skilled workers, sehingga sulit bersaing di pasar tenaga kerja global yang semakin membutuhkan keterampilan adaptif dan teknis."

Dampak Terhadap Investasi Asing

Selain kualitas SDM, Nailul Huda menyoroti rendahnya daya tarik Indonesia bagi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI). Dibandingkan dengan Vietnam dan Malaysia, proporsi FDI terhadap PDB Indonesia tetap stagnan. Pada 2022, FDI Indonesia hanya mencapai 1,87% dari PDB, jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam (4,38%).

"Tingginya biaya logistik, kurangnya infrastruktur, dan regulasi yang kompleks menjadi penghalang utama," jelas Nailul. Hal ini membuat perusahaan global lebih memilih Vietnam atau Malaysia sebagai destinasi investasi.

Strategi Menghadapi Tantangan

Untuk menghadapi tantangan ini, Nailul Huda menekankan pentingnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. "Pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) harus menjadi prioritas agar Indonesia mampu bersaing di era transformasi digital," katanya.

Pemerintah juga perlu memperbaiki iklim investasi dengan menawarkan insentif kompetitif dan menyederhanakan regulasi. Nailul menambahkan, "Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam transformasi ekonomi berbasis teknologi dan AI."

Kesimpulan

Transformasi digital berbasis AI menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Nailul Huda mengingatkan, "Kunci keberhasilan Indonesia di era AI terletak pada kesiapan SDM dan kemampuan untuk menarik investasi asing." Dengan fokus pada peningkatan kualitas SDM dan perbaikan iklim investasi, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan manfaat dari revolusi teknologi ini.