PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
Bursa Saham

Tantangan Global Warnai Proyeksi Kinerja PTBA, Harga Batu Bara dan Pasokan Jadi Penentu

  • PTBA dihadapkan pada penurunan harga energi yang diprediksi semakin dalam, sebagai dampak dari berkurangnya permintaan batu bara, terutama di China dan India yang meningkatkan produksi domestik.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menghadapi tantangan besar meski tetap optimistis dapat meningkatkan penjualan batu bara hingga 75 juta ton per tahun pada 2029, dengan proyeksi pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 11% dari 2023. 

Kenaikan volume ini tentu akan berdampak pada laba bersih, tetapi ada sejumlah faktor yang perlu diwaspadai, khususnya terkait fluktuasi harga dan pasokan pasar. Riset RHB Sekuritas menunjukkan bahwa meski volume penjualan meningkat, laba bersih PTBA diperkirakan hanya akan tumbuh sekitar 10% pada 2025-2026. 

“Ini mengingat adanya risiko penurunan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) akibat pasokan batu bara yang melimpah. Tahun ini, ASP batu bara PTBA diperkirakan turun sekitar 9% yoy, menjadi US$ 57/ton, yang mencerminkan ketidakpastian harga di pasar global,” jelasnya dalam riset dikutip pada Selasa, 21 Januari 2025.

Selain itu, PTBA dihadapkan pada penurunan harga energi yang diprediksi semakin dalam, sebagai dampak dari berkurangnya permintaan batu bara, terutama di China dan India yang meningkatkan produksi domestik. 

“Pertumbuhan energi terbarukan juga menjadi ancaman tambahan bagi harga batu bara. Selain itu, kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memperbesar pasokan bahan bakar fosil dan berkurangnya potensi anomali cuaca memperburuk proyeksi harga energi jangka pendek,” tambah perusahaan efek tersebut. 

Namun, meskipun ada penurunan harga, RHB Sekuritas menilai bahwa biaya produksi yang rendah di Indonesia akan membantu menjaga daya saing harga batu bara. Pada 2025, harga batu bara Newcastle diperkirakan turun 12% yoy menjadi US$ 120/ton, meski tetap lebih tinggi dibandingkan harga domestik.

Untuk tahun 2024, PTBA menargetkan peningkatan produksi sebesar 16% yoy menjadi 43 juta ton, meskipun perusahaan harus menghadapi tantangan berupa gangguan transportasi dan penurunan ASP. Rencana produksi PTBA pada 2024 diperkirakan akan berlanjut dengan target 50 juta ton, namun hal ini sangat bergantung pada keberhasilan mitigasi gangguan operasional yang sudah terbukti mempengaruhi kinerja di tahun sebelumnya.

Dengan proyeksi stripping ratio yang stabil pada angka 6 kali dan biaya tunai US$ 47/ton yang turun 10% yoy, PTBA diperkirakan dapat mempertahankan margin EBITDA sebesar 18%. Namun, potensi penyesuaian harga batu bara akan terus membayangi kinerja keuangan perusahaan.

Rekomendasi Saham

Ke depan, kata RHB Sekuritas, PTBA berfokus pada pemenuhan permintaan domestik dan memperbesar porsi ekspor, terutama ke Asia Tenggara, India, dan China, dengan target ekspor mencapai 69% pada 2029 (2024: 47%).

Selain itu, pasar akan mengawasi dengan cermat perkembangan kebijakan terkait insentif Mitra Instansi Pengelola (MIP) Batu Bara yang dapat membantu mendongkrak harga jual rata-rata domestik. Sementara itu, kebijakan terkait penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang memperpanjang periode penempatan menjadi satu tahun diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap modal kerja PTBA.

Dengan mempertimbangkan risiko pasar yang cukup tinggi dan potensi penurunan harga batu bara global, RHB Sekuritas merevisi rekomendasi saham PTBA menjadi trading buy dari sebelumnya netral. 

Meskipun ada tantangan besar yang harus dihadapi PTBA, harga saham perusahaan diprediksi akan naik menjadi Rp3.100, naik dari sebelumnya Rp2.900. Target harga ini didasarkan pada metode discounted cash flow (DCF), yang mengindikasikan P/E PTBA sekitar 7 kali, meskipun ada diskon ESG sebesar 4%.