Ilustrasi kendaraan pintar di era e-mobility
Industri

Tantangan Industri Otomotif di Era Kendaraan Pintar, Salah Satunya Terkait Teknologi Self-driving

  • Ke depannya mobil akan menjadi semacam pusat data di atas roda sehingga komunikasi dan konektivitas adalah kunci untuk memastikan pengoperasian mobil dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Industri
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang otomasi digital dan manajemen energi, Schneider Electric SE, mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi industri otomotif di era ketika kendaraan pintar menjadi suatu hal yang lumrah.

Biro konsultasi manajemen global di Amerika, McKinsey & Company, memperkirakan ada hampir 100 juta barisan kode perangkat lunak (software) yang dibutuhkan untuk pengendalian dan operasi subsistem mobil modern.

Di tahun 2030 nanti, perangkat lunak akan mewakili hingga 30% dari komponen yang memberikan value pada kendaraan.

Dengan demikian, ke depannya mobil akan menjadi semacam pusat data di atas roda sehingga komunikasi dan konektivitas adalah kunci untuk memastikan pengoperasian mobil dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.

Schneider Electric berpendapat bahwa peralihan dari tren otomotif konvensional ke layanan kendaraan pintar dapat menciptakan peluang sekaligus risiko baru untuk industri, seperti yang dipaparkan di bawah ini:

Peluang

- Monetisasi data

Kemampuan dalam pengumpulan dan analisis data nantinya akan menjadi keunggulan tersendiri bagi ekosistem kendaraan pintar.

Produsen yang memiliki data terkait kebiasaan dan karakteristik pelanggan secara real-time berpotensi untuk mengembangkan produk dan layanan yang jauh lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen.

- Layanan berbasis perangkat lunak yang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengendara

Pengalaman berkendara di era kendaraan pintar akan didominasi oleh layanan berbasis perangkat lunak yang menawarkan kemudahan dalam berkendara.

Layanan berbagi perjalanan dengan model peer-to-peer, perencanaan rute, dan layanan pembayaran yang disederhanakan akan menjadi potensi sumber pemasukan baru bagi industri otomotif dan mitra-mitranya.

Risiko

- Keamanan siber

Dewasa ini, sebagian besar mobil dilengkapi dengan beberapa komputer kecil yang mengontrol mobil, misalnya untuk kebutuhan manajemen mesin dan multimedia.

Berhubung saat ini komputer-komputer belum menggunakan sistem terbuka (open source), masih sangat sulit bagi peretas untuk menghubungkan dirinya dengan sistem mobil.

Walau demikian, di masa depan, mobil akan semakin terhubung dengan penyedia layanan dan mobil lain sehingga dapat menimbulkan risiko terkait ancaman kejahatan siber.

- Latensi

Self-driving nantinya akan menjadi layanan berbasis perangkat lunak identik dengan kendaraan pintar.

Teknologi ini harus dilengkapi kemampuan untuk menjalankan dan menghentikan mobil sesuai dengan timing yang tepat demi memastikan keselamatan penumpang.

Permintaan berbasis data semacam itu membutuhkan latensi sistem yang rendah dan proses manajemen data yang cepat.

Apabila kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi, teknologi self-driving justru bisa menimbulkan bahaya bagi penumpang yang ada di dalam kendaraan.

Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia dan Timor Leste Yana Achmad Haikal mengatakan, untuk mengatasi risiko latensi yang dapat membahayakan penumpang, diperlukan infrastruktur teknologi informasi berbasis edge computing yang dapat membantu mempercepat operasi perangkat lunak.

Untuk diketahui, edge computing adalah paradigma komputasi terdistribusi yang membawa komputasi dan penyimpanan data lebih dekat ke lokasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan waktu respon perangkat dan menghemat bandwidth (kapasitas dari sebuah jaringan internet yang digunakan untuk mengirim data perdetik).

"Edge computing dapat menjadi solusi bagi pelaku industri otomotif untuk menjawab tantangan latensi, bandwidth, dan otonomi serta persyaratan peraturan dan keamanan yang menjadi halangan (bagi kendaraan pintar) untuk mencapai potensi sepenuhnya," ujar Yana dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 19 Juli 2022.

Yana menambahkan, teknologi digital dan otomasi merupakan dua aspek yang sangat penting dalam pengembangan ekosistem kendaraan pintar.

Keduanya dapat meningkatakan visibilitas untuk membangun jaringan dan memunculkan potensi layanan konsultasi serta layanan pemeliharaan yang mendorong performa dan meningkatkan keselamatan.

Scheneider Electric pun menawarkan solusi yang dapat mendukung industri otomotif untuk beradaptasi dengan model bisnis kendaraan pintar.

Dikatakan oleh Yana, perangkat lunak seperti EcoStruxure IT Expert, yang memungkinkan pengelolaan perangkat dari jarak jauh, dan EcoStruxure IT Advisor, yang memungkinkan pengelolaan siklus pusat data yang lebih mudah, dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan industri otomotif dalam menyesuaikan diri dengan era kendaraan pintar.

Tren kendaraan listrik mendorong ekosistem era kendaraan pintar (e-mobility)

Gagasan mengenai kendaraan pintar tumbuh seiring dengan tren kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) yang terus didorong oleh berbagai pihak.

Di Indonesia, pertumbuhan dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik pun menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target nol emisi karbon (net zero emission) pada tahun 2060.

Pasalnya, kendaraan listrik sendiri merupakan salah satu desain besar untuk transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).

Salah satu upaya pemerintah untuk menumbuhkan tren kendaraan listrik di antaranya dengan membangun fasilitas stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang hingga Februari 2022 jumlahnya sudah sebanyak 267 unit di 195 lokasi.

Selain pemerintah, beberapa pihak swasta seperti PT Gojek Indonesia dan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) pun turut memberikan dukungan untuk ketercapaian nol emisi karbon menjalin kerja sama dengan produsen kendaraan listrik untuk pemberdayaan alat transportasi ramah lingkungan.