Ilustrasi ESG
Industri

Tantangan Penerapan ESG di Indonesia: Kurang Data hingga Butuh Dana Ekstra

  • Survei Mandiri Institute pada 190 perusahaan terbuka dalam negeri mengungkap baru ada 52% perusahaan yang mengukur emisi karbon dari aktivitas bisnisnya.

Industri

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) mulai menjadi prioritas sejumlah perusahaan di Indonesia untuk mendorong bisnis yang berkelanjut. Keberadaan ESG dinilai mendorong standar praktik bisnis yang memberi perhatian pada lingkungan, hubungan sosial masyarakat serta tata kelola usaha. 

Tren investasi di perusahaan yang menerapkan ESG pun cenderung meningkat merujuk riset Mandiri Institute yang dirilis 3 November 2022. Penerbitan obligasi ESG global mampu merengkuh dana US$930 miliar pada tahun 2021, naik hampir 14 kali lipat dibanding tahun 2014.

Meski menjanjikan, belum banyak perusahaan Indonesia yang berkomitmen menerapkan ESG. Survei Mandiri Institute pada 190 perusahaan terbuka dalam negeri mengungkap baru ada 52% perusahaan yang mengukur emisi karbon dari aktivitas bisnisnya. 

Adapun hanya 15% perusahaan yang telah menetapkan target pengurangan emisi. Padahal indikator tersebut menjadi salah satu standar krusial dalam ESG. Lalu apa sebenarnya tantangan penerapan ESG di Indonesia? Survei lebih lanjut membeberkan problem utama penerapan ESG di Tanah Air adalah sulitnya mencari indikator kinerja, kurang paham isu ESG serta kurang informasi atau data.   

Sekitar 60% responden survei kesulitan menentukan indikator ESG yang akan digunakan. Kemudian, penerapan ESG dinilai membutuhkan biaya ekstra, tak relevan dengan bisnis hingga kurangnya insentif. 

Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyebut temuan itu menunjukkan perlunya dukungan terkait dengan peningkatan awareness dan pemahaman terkait ESG. “Termasuk mempersiapkan strategi dalam menghadapi tantangan dan mencapai potensi ESG ke depan,” ujar Darmawan dalam keterangan resmi, dikutip Rabu 21 Juni 2023.

Kurangnya pemahaman ESG terbukti membuat penerapan pendekatan tersebut belum optimal di Indonesia. Survei IBCSD tahun 2021 menunjukkan Indeks ESG Indonesia berada pada peringkat ke 36 dari 47 pasar modal di dunia. Hal itu didukung survei IBCSD lainnya yang menyebutkan 40% perusahaan di Indonesia belum sadar ihwal pentingnya penerapan ESG

Dikutip dari situs International Association for Public Participation Indonesia, Rabu, sejumlah tantangan penerapan ESG yakni tidak mempunyai keahlian, merasa belum siap dan terus menunda serta tidak mempunyai sumber daya yang cukup. Selain itu ESG dinilai mahal dari segi biaya konsultan serta sangat kompleks. Hal itu membuat perusahaan tak tahu untuk memulai dari mana. 

Ketidakpastian Ekonomi Pengaruhi ESG

Naik turunnya perekonomian Nasional dan kondisi geopolitik turut memengaruhi komitmen bisnis dalam menerapkan ESG. Penerapan ESG di industri ritel menjadi salah satu yang rentan terdampak inflasi. Adanya inflasi dapat memengaruhi keputusan masyarakat dalam pengeluaran sehari-hari terkait ritel. 

Tantangan lain pada industri ritel dalam penerapan ESG yakni kepedulian pelanggan. Untuk menghadapi tantangan yang satu ini, pelaku ritel perlu membuat produk yang dapat bersaing dan bersifat identik. “Selain itu, pelaku industri ritel perlu mengingat prinsip sustainability atau keberlangsungan yang menjadi bagian dari pertimbangan konsumen,” ujar pengamat ekonomi Lucky Bayu Purnomo kepada TrenAsia.com belum lama ini.

Adjunct Lecturer in Public Policy Harvard Kennedy School, Jay K. Rosengard, dalam G20 Financial Inclusion Talks, akhir tahun lalu, mengungkapkan ketidakpastian ekonomi dapat memicu dua masalah dalam menerapkan ESG. Pertama yakni masalah pengukuran. Jay menyebut perusahaan bisa saja memanipulasi data soal ESG agar dilihat tetap berkomitmen pada ESG

Kedua, perusahaan mengklaim telah menghasilkan dampak positif dari ESG padahal faktanya belum atau justru memicu masalah baru. “Hal yang Anda dapatkan adalah manipulasi data dan green washing ESG. Pada akhirnya orang-orang tidak akan mengubah perilaku dan aksi mereka. Ini sebuah kontradiksi yang harus dihindari,” ujarnya.