Ilustrasi Kamera Film
Hiburan

Tapak Tilas Perjalanan Industri Film Indonesia dari Waktu ke Waktu

  • Film Indonesia yang pertama dibuat pada tahun 1926, tetapi hingga tahun 1998 sesungguhnya di Indonesia belum ada industri film, yang ada kala itu hanyalah bisnis personal, bukan sebuah mekanisme industri yang ajeg dan tertata rapi.
Hiburan
Rumpi Rahayu

Rumpi Rahayu

Author

JAKARTA - Hari ini tanggal 30 Maret 2024 kita memperingati Hari Film Nasional. Peringatan ini sekaligus bisa menjadi momen untuk mengetahui lebih dekat perjalanan industri film Indonesia dari waktu ke waktu. 

Nah, berikut ini TrenAsia.com merangkumnya dari berbagai sumber. 

Dikutip dari buku Industri Perfilman Indonesia, film Indonesia yang pertama dibuat pada tahun 1926, tetapi hingga tahun 1998 sesungguhnya di Indonesia belum ada industri film, yang ada kala itu hanyalah bisnis personal, bukan sebuah mekanisme industri yang ajeg dan tertata rapi.

Zaman Kolonial Belanda 

Saat zaman kolonial Belanda. Film Indonesia pertama, Loetoeng Kasaroeng, dirilis pada tahun 1926, diikuti oleh Lily Van Shanghai pada tahun 1928. Namun, meskipun melibatkan banyak aktor lokal, kedua film tersebut disutradarai oleh orang asing dan mencerminkan dominasi Belanda dan Tiongkok.

Film Karya Anak Bangsa Pertama 

Film karya anak bangsa pertama kali dirilis pada 1 September 1950. Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail ini berjudul Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi. 

Waktu pengambilan gambar pertama film hitam putih ini kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional yang jatuh setiap 30 Maret. Hari Film Nasional kemudian disahkan secara resmi oleh B.J Habibie dengan terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional.

Periode 1950 Hingga 1956

Dalam sejarah perkembangan film di Indonesia, periode antara tahun 1950 hingga 1956 ditandai dengan penurunan perfilman Indonesia akibat munculnya film-film impor. Bioskop di Indonesia banyak menayangkan film-film dari Amerika, Malaysia, dan India, mengakibatkan persaingan dengan film-film Indonesia. Kebijakan perfilman di Indonesia saat itu masih kurang, sehingga industri perfilman mengalami pasang surut.

Industri yang Mulai Moncer

Pada 10 tahun terakhir perfilman di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Buku-buku yang memiliki nilai historis seperti buku biografi tokoh K.H Ahmad Dahlan diadaptasi menjadi film. 

Tak terkecuali film Laskar Pelangi yang berhasil menjadi salah satu film yang dikomodifikasi menjadi komoditas film dari buku Andrea Hirata. Film ini bahkan termasuk dalam jajaran film yang terlaris pada tahun 2012.

Selama dan Pasca Pandemi COVID-19 

Dilansir TrenAsia.com dari Antara pada Selasa, 26 Maret 2024, menurut data Badan Perfilman Indonesia (BPI), industri film Indonesia menyedot 51,2 juta penonton pada 2019, tetapi kemudian anjlok menjadi hanya sekitar 19 juta penonton pada 2020 akibat pandemi COVID-19.

Jumlah penonton makin merosot pada 2021 dengan hanya 4,5 juta penonton, dan baru kembali menggeliat pada 2022 dengan 24 juta penonton.

Tahun 2023 menjadi pertanda kebangkitan industri film Indonesia dengan perolehan 55 juta penonton bioskop pasca pandemi COVID-19. 

Tak hanya itu, bahkan tercatat ada 20 film Indonesia mendapatkan lebih dari 1 juta penonton pada tahun lalu, seperti "Sewu Dino" (4,8 juta penonton), "Di Ambang Kematian" (3,3 juta), "KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni" (2,9 juta), "Pengabdi Setan 2: Communion" (2,6 juta), dan "Ngeri-Ngeri Sedap" (2,6 juta pemirsa).

Proyeksi 2024

Pengamat sekaligus peneliti film Hikmat Darmawan memprediksi industri film Indonesia mampu menarik hingga 60 juta penonton pada 2024.

Potensi penonton film bioskop Indonesia sebenarnya bisa menembus 80 juta penonton apabila masalah pemerataan bioskop bisa terselesaikan. Seperti diketahui, Saat ini, 60% bioskop terkonsentrasi di Jabodetabek, sebuah ketimpangan yang mencolok mengingat luas dan banyaknya kota dan kabupaten di Indonesia.