<p>Ilustrasi kredit pemilikan rumah (KPR). / Pixabay</p>
Perbankan

Tapera Bisa Membuat Daya Beli Susut, Pengamat: Suku Bunga KPR Harus Turun

  • Kebijakan iuran wajib Tapera diperkirakan akan menurunkan pendapatan disposibel masyarakat, yang pada gilirannya mengurangi konsumsi rumah tangga.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Direktur Eksekutif Bhima Yudhistira dan Direktur Ekonomi dari Nailul Huda dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai bahwa suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) harus ikut diturunkan seiring dengan berjalannya program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Menurut Bhima dan Nailul, kebijakan iuran wajib Tapera diperkirakan akan menurunkan pendapatan disposibel masyarakat, yang pada gilirannya mengurangi konsumsi rumah tangga. 

Dengan menggunakan pendekatan Input-Output Nasional 185 sektor, dampak kebijakan Tapera terhadap ekonomi dapat diukur. 

Asumsi yang digunakan adalah gaji rata-rata Rp3,04 juta per bulan, dengan hanya 50% pekerja formal yang terdaftar sebagai peserta Tapera, serta alokasi dana Tapera 60% untuk sektor perumahan dan 40% untuk investasi.

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa kebijakan Tapera menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,21 triliun. 

Surplus bisnis juga mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun, mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha menurun. 

Pendapatan pekerja turut terdampak dengan risiko penurunan sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat akan berkurang. Efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan Tapera menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. 

Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi di sektor lain.

“Dari hasil penghitungan menunjukkan bahwa kebijakan Tapera menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto sebesar Rp1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi negara. Selain itu, surplus bisnis juga mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun, mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha secara agregat di berbagai sektor menurun akibat kebijakan ini. Pendapatan pekerja turut terdampak, dengan risiko penurunan sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat bisa berkurang,” kata Bhima dan Nailul melalui pernyataan yang diterima TrenAsia, Selasa, 4 Juni 2024.

Baca Juga: Tapera Tak Bisa Disamakan Dengan Program BPJS Ketenagakerjaan hingga Kesehatan

Suku Bunga Perlu Diturunkan

Bhima dan Nailul berpendapat bahwa dengan adanya program Tapera ini, suku bunga KPR perlu diturunkan dengan mempercepat efisiensi biaya operasional dan konsolidasi perbankan sehingga Net Interest Margin (NIM) bank lebih rendah.

Dengan NIM yang lebih kompetitif, suku bunga KPR dapat ditekan, baik untuk suku bunga tetap maupun mengambang. 

“Bank Indonesia juga disarankan menggunakan berbagai instrumen moneter untuk membantu penurunan suku bunga KPR,” tegas Bhima dan Nailul. 

Selain itu, Bhima dan Nailul juga menyebutkan pentingnya bagi bank kustodian program ini untuk memberikan informasi secara mendetail mengenai posisi dan kekayaan investasi terhadap peserta dengan berbagai macam kanal komunikasi. 

“Selain itu, peserta dapat mengambil dana investasi sebelum waktu pensiun,” kata mereka. 

Bank Penyalur Tapera

Program Tapera disalurkan melalui beberapa bank BUMN dan bank lainnya. Berikut adalah daftar bank penyalur dana pembiayaan program Tapera:

  • Bank BTN
  • Bank BNI
  • Bank SUMUT Syariah
  • Bank Kaltimtara
  • Bank BRI
  • Bank bjb
  • Bank Nagari
  • BTN Syariah
  • Bank SUMUT
  • Bank Nagari Syariah

Bank Syariah Harus Ditunjuk Juga sebagai Kustodian

Terkait dengan bank kustodian, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat mewajibkan BP Tapera untuk menunjuka bank kustodian yang terdiri atas satu bank konvensional dan satu bank syariah.

Jika belum terdapat bank yang mampu melaksanakan prinsip syariah sebagai Bank Kustodian, BP Tapera akan menunjuk bank umum yang menjalankan prinsip konvensional dengan sertifikasi syariah dari lembaga yang berwenang.

Selain itu, BP Tapera juga harus menunjuk satu Bank Kustodian lainnya yang merupakan bank umum yang melaksanakan prinsip konvensional, sesuai dengan Pasal 31 ayat 3 huruf a.

Dengan demikian, BP Tapera diwajibkan menunjuk dua Bank Kustodian, yakni satu bank umum konvensional dan satu bank syariah atau bank umum konvensional dengan sertifikasi syariah dari lembaga yang berwenang.

Bank Kustodian adalah bank umum yang telah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjalankan jasa penitipan efek dan harta terkait, serta layanan lain seperti penerimaan dividen, bunga, dan hak lainnya, penyelesaian transaksi efek, serta mewakili pemegang rekening nasabahnya.

BP Tapera sendiri harus menunjuk Manajer Investasi dan Bank Kustodian paling lambat tiga bulan sejak BP Tapera mulai beroperasi. Tata cara penunjukan Manajer Investasi dan Bank Kustodian akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan BP Tapera.

Sebagai tambahan informasi, sebelum revisi PP Nomor 25 Tahun 2020, BP Tapera hanya diwajibkan menunjuk satu Bank Kustodian. Namun, PP Nomor 25 Tahun 2020 yang belum direvisi tidak merinci apakah Bank Kustodian tersebut harus berprinsip konvensional atau syariah.