Sebuah ekskavator memuat batu bara ke kereta api di Pingdingshan, provinsi Henan, China (Reuters/Aly Song)
Dunia

Target Penurunan Emisi Global Terancam Kenaikan Produksi Batu Bara China

  • China menyetujui penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 114 gigawatt (GW) pada 2023

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - China menyetujui penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 114 gigawatt (GW) pada 2023. 

Kapasitas batu bara tersebut naik 10% dari tahun sebelumnya. Dengan kebijakan itu, negara penghasil polusi karbon teratas di dunia ini, berisiko tidak mencapai target penurunan emisi.

Sebetulnya, China sudah berjanji untuk menekan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik. China juga telah mengintegrasikan pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga surya.

Sayangnya, gelombang kekurangan listrik pada 2021 membuat China melonggarkan komitmen transisi energi.

Menurut analisis lembaga think tank Amerika Serikat (AS), Global Energy Monitor (GEM), dan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang berbasis di Helsinki,  China telah menyetujui 218 GW pembangkit listrik tenaga batu bara baru hanya dalam dua tahun.

Tahun lalu, China menaikkan kapasitas pembangkit listri bertenaga batu bara dari 54 GW menjadi 70 GW. Sebelumnya pada 2022, kapasitas juga sudah dinaikkan dari 28 GW menjadi 47 GW.

“Pemenuhan target nol emisi memerlukan tindakan yang signifikan. China mungkin kesulitan memenuhi target untuk meningkatkan porsi bahan bakar non-fosil dalam bauran energi totalnya menjadi 20 persen pada tahun 2025,” tambahnya dikutip dari Reuters, pada Kamis, 22 Februari 2024.

Total kapasitas listrik China sudah cukup untuk memenuhi permintaan, tetapi jaringannya yang tidak efisien tidak mampu mengirimkan listrik ke tempat yang dibutuhkan. Terutama di antara perbatasan provinsi, yang mendorong pembangunan lebih banyak pembangkit.

Sebelumnya, CREA telah memperkirakan emisi karbon China akan turun tahun ini, dengan tingkat pemanfaatan di pembangkit listrik batu bara kemungkinan akan turun secara signifikan karena lebih banyak energi bersih terhubung ke jaringan listrik.

“Ini berisiko menimbulkan masalah keuangan yang signifikan bagi operator pembangkit listrik tenaga batu bara dan potensi kemunduran terhadap transisi energi,” ungkap Lauri Myllyvirta, kepala analis CREA, 

“Kontradiksi ini harus diselesaikan agar China dapat mewujudkan pengurangan emisi yang diperlukan untuk mencapai netralitas karbon.”